MAKASSAR, BERITAKOTAONLINE.ID – Salah satu warga di Makassar kini merasakan keresahan yang mendalam mengenai faktur pajak dan alokasi pajak yang dibayarkan saat berbelanja, di minimarket, Sabtu (5/10/2024).
Warga mengatakan, Kewajiban membayar PPN 10 persen di minimarket memunculkan pertanyaan besar mengenai transparansi dalam pengelolaan pajak yang seharusnya menguntungkan masyarakat.
Kekhawatiran ini diperkuat oleh ketidakjelasan faktur pajak yang harusnya diterima konsumen di setiap minimarket seperti indomaret, alfa Mart, K Circle, Hero, Baji pamai dan sebagainya.
BACA-JUGA:
Genjot PAD Maros, Bapenda Harapkan Toko Modern Makanan Siap Saji Segera Bayar Pajak Bulanan
Gara-Gara Tak Setor PPN Rp588 Juta, Dirut Sebuah PT Masuk Bui
Beberapa warga mengaku merasa dirugikan karena ketidakpastian ini. “Kami ingin tahu di mana uang pajak kami digunakan. Jika faktur yang diberikan tidak jelas, bagaimana kami bisa memastikan bahwa pajak dibayarkan dengan benar?” keluh salah seorang pelanggan alfa mart kepada media ini, Sabtu (5/10/2024).
Warga beralasan di balik keraguan ini adalah kurangnya informasi rinci mengenai bagaimana pajak yang dipungut tersebut dialokasikan dan dimanfaatkan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan publik.
Mereka bertanya-tanya apakah pajak ini digunakan untuk program-program yang mendukung pembangunan infrastruktur pemerintah daerah atau hanya mengalir ke pos anggaran yang tidak transparan.
Selain itu, menurut warga, walaupun pajak dipungut oleh pemilik minimarket, pelanggan berhak memperoleh faktur pajak sebagai bukti pembayaran yang sah, untuk memastikan bahwa pajak yang dibayarkan tercatat dan dikelola dengan benar.
Dengan meningkatnya kesadaran akan pentingnya pajak bagi pembangunan, harapan warga adalah agar setiap transaksi di minimarket diiringi dengan kejelasan dan akuntabilitas. Keterbukaan informasi menjadi kunci untuk membangun kepercayaan antara masyarakat dan pelaku usaha
“Saya selalu penasaran kemana semua potongan pajak yang saya bayar saat berbelanja. Apakah semuanya sudah disetor sesuai peraturan?” ungkap Ayu, seorang pelanggan setia Indomaret, mengekspresikan kegelisahan kepada awak media, Sabtu (5/10/2024).
“Sebagai konsumen, saya ingin tahu bahwa setiap pajak yang saya bayar digunakan untuk hal yang bermanfaat bagi masyarakat,” jelasnya, menekankan pentingnya transparansi dalam pengelolaan pajak.
Farid Mamma, SH., MH, Direktur Pusat Kajian Advokasi Anti Korupsi (PUKAT) Sulawesi Selatan, menekankan bahwa penggelapan pajak sering terjadi di sektor retail dan minimarket.
“Hal ini menunjukkan adanya celah dalam sistem pengawasan pajak yang memungkinkan penyalahgunaan terjadi secara luas,” ucapnya kepada media ini, Sabtu (5/10/2024).
“Pengusaha yang curang biasanya memanfaatkan kelemahan sistem pemantauan pajak, seperti kurangnya pengawasan rutin terhadap transaksi harian,” katanya, menjelaskan bagaimana situasi ini merugikan pendapatan daerah.
“Jika tidak ada pengawasan yang ketat, pengusaha dapat menghindari kewajiban pajak mereka, yang merugikan pendapatan daerah,” imbuhnya, menyoroti urgensi masalah ini bagi pemerintah dan masyarakat.
Lebih lanjut, Farid menjelaskan bahwa jika terdapat indikasi penggelapan pajak, pemerintah harus segera melakukan audit dan pemeriksaan untuk mengatasi masalah tersebut.
“Langkah ini sangat penting untuk menjaga integritas sistem pajak yang ada,” tegasnya.
Dikatakannya, audit dan pemeriksaan diperlukan untuk memastikan bahwa semua pengusaha mematuhi aturan pajak yang berlaku. Dengan langkah ini, diharapkan akan tercipta transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan pajak.
“Jika terdapat indikasi penggelapan pajak, seperti perbedaan antara jumlah pajak yang seharusnya dipungut dan yang dilaporkan, pemerintah harus bertindak cepat,” tegasnya, menegaskan pentingnya respons cepat terhadap dugaan pelanggaran.
“Hal ini juga untuk memastikan bahwa semua transaksi tercatat dengan benar dan sesuai dengan peraturan yang berlaku,” pungkas Farid Mamma, menekankan tanggung jawab pemerintah dalam menegakkan kepatuhan pajak.
Menurut laporan Tax Justice Network 2020, Indonesia diperkirakan akan mengalami kerugian sebesar US$ 4,86 miliar per tahun atau setara dengan Rp 68,7 triliun akibat penghindaran pajak.
Beberapa kasus terkenal menyoroti masalah ini, seperti penggelapan pajak yang melibatkan dua tersangka di Jakarta Utara 2022 yang merugikan negara hingga Rp292 miliar.
Selain itu, di Jakarta Timur, tiga perusahaan diduga melakukan penggelapan pajak yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp16,7 miliar sejak 2016 hingga 2018.
Hingga berita ini diterbitkan, pengelola minimarket dan pihak berwenang belum memberikan respons terhadap kekhawatiran warga mengenai transparansi pengelolaan pajak.
Masyarakat masih menunggu penjelasan yang memadai mengenai penggunaan pajak yang mereka bayar untuk kepentingan bersama (Arya)
Editor: Andi Ahmad