LUWU UTARA – Seorang siswi SD 098 Matoto, Kelurahan Bone, Kecamatan Masamba, Kabupaten Luwu Utara, harus dilarikan ke puskesmas setempat setelah diduga mengalami gejala keracunan usai mengonsumsi makanan dari program “Makan Bergizi” yang dijalankan pemerintah pada Kamis (6/11/2025).
Kejadian ini kembali memunculkan sorotan tajam terhadap efektivitas dan pengawasan program yang seharusnya menjamin kesehatan anak-anak sekolah dasar.
Ketua Gerakan Mahasiswa Peduli Hukum (GMPH) Sulawesi Selatan, Riyan Saputra menilai kasus ini sebagai tanda lemahnya tanggung jawab negara terhadap keselamatan anak-anak di lingkungan pendidikan.
Mereka menyebut kejadian berulang seperti ini mencerminkan adanya masalah serius dalam tata kelola program yang dijalankan tanpa evaluasi menyeluruh.
“Kami melihat bahwa setiap kali ada korban, selalu muncul janji evaluasi, tapi tak pernah ada hasil konkret. Pemerintah harus sadar bahwa keselamatan anak-anak bukan bahan percobaan kebijakan,” tegas Riyan, Jumat (7/11/2025).
Riyan Saputra menjelaskan bahwa aksi tersebut akan digelar di Makassar dan Luwu Utara secara bergantian sebagai bentuk solidaritas terhadap keluarga korban serta peringatan bagi pemerintah daerah dan pusat.
“Kami tidak akan tinggal diam. Ini soal nyawa anak bangsa. Kami akan turun ke jalan untuk menuntut audit menyeluruh terhadap program Makan Bergizi dan menolak segala bentuk pembiaran yang berulang,” tegasnya.
BACA JUGA:
Kapolda Baru Sulsel Disambut Aksi Demo: Jurnalis dan Ormas Tuntut Polisi Bersih dari Pelanggaran HAM
PGRI Lutra Turun Aksi, Ribuan Massa Tuntut Keadilan untuk Dua Guru yang Dipecat MA

Ia menambahkan, pemerintah daerah dan pusat seharusnya segera melakukan audit terbuka terhadap pelaksanaan program “Makan Bergizi” di seluruh sekolah penerima bantuan.
“Jangan tunggu ada korban jiwa baru bergerak. Jika makanan bergizi justru menimbulkan penyakit, berarti ada sistem yang harus dibenahi, mulai dari proses distribusi, pengawasan mutu, hingga pertanggungjawaban penyedia,” ujarnya.
Sementara itu, pemerhati sosial asal Luwu Utara, Yustus Bunga, menilai insiden ini sebagai cerminan bahwa kebijakan publik masih sering dijalankan tanpa perencanaan dan kontrol kualitas yang matang.
Menurutnya, program yang baik di atas kertas bisa berubah menjadi bencana jika dijalankan tanpa transparansi.
“Program ini seolah jadi proyek rutin yang penting terlaksana, bukan penting bermanfaat. Padahal anak-anak sekolah bukan objek seremonial, mereka generasi yang harus dilindungi,” ungkap Yustus.
Ia juga mengingatkan agar masyarakat tidak hanya menunggu tindakan dari atas, tetapi turut mengawasi pelaksanaan program serupa di sekolah masing-masing.
“Ketika rakyat diam terhadap ketidakadilan, itu sama saja membiarkan kejahatan berulang,” pungkasnya.
Insiden di SD 098 Matoto kini menjadi pengingat bahwa di balik niat baik program pemerintah, ada tanggung jawab besar yang tak boleh diabaikan, memastikan setiap kebijakan benar-benar aman dan berpihak pada rakyat kecil, terutama anak-anak yang menjadi penerima manfaat utama. (*)
Tim Redaksi

















