MAHA SUARA, SURABAYA – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) memasuki babak sejarah baru setelah secara resmi memberhentikan KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya dari jabatan Ketua Umum mulai 26 November 2025 pukul 00.45 WIB.
Keputusan mengejutkan ini tertuang dalam surat edaran PBNU yang ditandatangani Wakil Rais Aam PBNU Afifuddin Muhajir dan Katib Ahmad Tajul Mafakhir, berdasarkan hasil rapat harian Syuriyah PBNU pada 25 November 2025.
Dalam surat tersebut dijelaskan bahwa Gus Yahya tidak lagi memiliki wewenang maupun hak untuk menggunakan atribut dan fasilitas yang melekat pada jabatan Ketua Umum PBNU.
Tindakan ini diambil berlandaskan sejumlah regulasi internal, termasuk Peraturan Perkumpulan Nahdlatul Ulama Nomor 10 Tahun 2025 tentang Rapat, serta Peraturan Nomor 13 Tahun 2025 tentang Pemberhentian Fungsionaris, Pergantian Antar Waktu, dan Pelimpahan Fungsi Jabatan.
Langkah administratif tersebut menjadi dasar hukum yang memperkuat keputusan Syuriyah sebagai otoritas tertinggi dalam struktur PBNU.
PBNU menyebutkan, selama jabatan Ketua Umum kosong, seluruh kewenangan kepemimpinan berada di tangan Rais Aam.
BACA JUGA:
Gus Yahya Tegaskan Tidak Akan Mundur Meski Ada Surat Syuriah PBNU
Manchester City Dipermalukan Leverkusen 2-0 Akibat Guardiola Salah Strategi
Ini menegaskan posisi Rais Aam sebagai pengendali penuh dinamika organisasi sampai rapat pleno digelar untuk membahas pelimpahan tugas atau penetapan kebijakan baru.
Rapat pleno tersebut disebut harus segera dilaksanakan guna memastikan keberlanjutan organisasi dan mencegah kekosongan kepemimpinan yang berkepanjangan.
Katib PBNU Ahmad Tajul Mafakhir saat dikonfirmasi membenarkan isi surat tersebut. Ia menegaskan bahwa keputusan itu adalah hasil resmi rapat dan telah dituangkan dalam risalah yang sah secara administratif.
“Demikian bunyi keputusannya dalam risalah rapat itu,” ucapnya singkat, memastikan bahwa dokumen tersebut bukan sekadar edaran internal, melainkan landasan yang mengikat seluruh perangkat kepengurusan PBNU.
Pemberhentian Gus Yahya memantik perhatian besar di kalangan nahdliyin dan publik nasional. Sebab, selama masa kepemimpinannya, Gus Yahya dikenal sebagai tokoh yang aktif menguatkan peran PBNU dalam isu kebangsaan dan memperluas relasi global organisasi.
Tak sedikit pihak yang menilai keputusan ini akan menimbulkan dinamika baru di tubuh PBNU, baik dari sisi konsolidasi internal maupun arah kebijakan organisasi ke depan.
Meski begitu, sejumlah pihak juga melihat langkah ini sebagai upaya PBNU menegakkan aturan organisasi secara konsisten, tanpa memandang posisi atau popularitas tokohnya.
Rapat pleno mendatang akan menjadi titik penting yang menentukan arah PBNU pasca-pemberhentian salah satu ketua umum paling berpengaruh dalam satu dekade terakhir. (*)
Pewarta: Kon Ekin Marco

















