BERITA KOTA ONLINE, JENEPONTO –Proyek rehabilitasi Gedung Pertemuan Sipatangarri di Jl. Lanto Dg Pasewang, Kelurahan Empoang, Kecamatan Binamu, kembali menjadi sorotan tajam setelah ditemukan para pekerja yang sama sekali tidak dibekali alat pelindung diri (APD).
Kondisi ini memicu kritik keras dari lembaga sosial kontrol serta media, karena dinilai mengancam keselamatan jiwa pekerja dan diduga melanggar aturan standar K3 yang diwajibkan pemerintah.
Proyek yang bersumber dari Dana DAU Earmark Tahun Anggaran 2025 ini dikelola oleh Dinas Kepemudaan dan Olahraga Jeneponto melalui paket belanja modal bangunan gedung tempat pertemuan.
Dengan nilai kontrak mencapai Rp1.712.176.310 dan dikerjakan oleh CV Amin Abadi Sejahtera selaku pelaksana bersama konsultan pengawas CV Macario Engineer, publik menilai bahwa proyek sebesar ini semestinya memenuhi standar keselamatan kerja, bukan justru menelantarkan aspek keamanan dasar bagi pekerja.
BACA JUGA:
Buruh di Morowali Tuntut Perbaikan K3 di Kawasan IMIP



Pantauan lapangan oleh Lembaga Elang Hitam Nusantara Republik Indonesia (ELHAN RI) bersama awak media pada Rabu (10/12/2025) memperlihatkan fakta yang memprihatinkan.
Para pekerja tampak bekerja tanpa helm keselamatan, tanpa sepatu boot, tanpa rompi, bahkan sebagian bekerja di area berisiko tinggi hanya dengan pakaian seadanya.
Temuan itu langsung memunculkan dugaan kuat adanya pengabaian terhadap Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05/PRT/M/2014 serta Permen PU No. 14 Tahun 2020.
Risal Daeng Sese, kepala tukang proyek, mengakui kondisi ini. Ia menyebut sejak awal pekerjaan dimulai, perlengkapan APD memang tidak pernah disediakan. Pernyataan ini sejalan dengan keterangan Fauzan, pelaksana harian CV Amin Abadi Sejahtera.
Ia menyebutkan bahwa jumlah tenaga kerja di lapangan sekitar 30 orang, namun dalam RAB hanya dialokasikan untuk 20 pekerja. Permintaan tambahan kebutuhan APD yang mereka ajukan disebut belum mendapat respons dari atasan.
ELHAN RI menilai kondisi tersebut sangat fatal, terlebih proyek memiliki nilai anggaran yang besar dan merupakan pekerjaan konstruksi pemerintah yang wajib mengikuti standar SMK3.
Minimnya pengawasan konsultan dan lemahnya perhatian pelaksana dinilai menjadi faktor yang membuka peluang terjadinya kecelakaan kerja.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada keterangan resmi dari pihak PPK maupun PPRK Dinas Kepemudaan dan Olahraga Jeneponto terkait dugaan pelanggaran dan temuan di lapangan tersebut.
Proyek Sipatangarri kini menjadi sorotan publik, dan masyarakat menunggu tindakan tegas pemerintah terhadap pihak yang diduga lalai dalam menerapkan standar keselamatan kerja nasional. (*)
Bersambung…
Tim Redaksi

















