BERITA KOTA ONLINE, LUWU – Pemasangan sebuah papan pengumuman yang tiba-tiba muncul di kawasan Tanah Adat Karetan, Kecamatan Walenrang, Kabupaten Luwu, memantik reaksi keras dari Tomakaka Bulo.
Papan tersebut tidak hanya mengatasnamakan Tomakaka Bulo dan Pallempang Walenrang, tetapi juga mencantumkan nama Datu Luwu, tanpa ada pemberitahuan ataupun komunikasi sebelumnya kepada pihak adat yang sah.
Peristiwa ini dianggap memicu kegaduhan baru di tengah upaya pelestarian sistem adat dan penataan hak ulayat di Luwu. Tomakaka Bulo, Abd Wahab Sychbutuh atau Opu To Maniaga, dengan tegas menyampaikan bahwa ia tidak mengetahui sama sekali pemasangan papan tersebut. Ia juga menegaskan bahwa tidak ada satu pihak pun yang melakukan konfirmasi kepada dirinya.
Menurutnya, tindakan sepihak seperti itu dapat memicu kesalahpahaman, konflik sosial, dan kerusakan tatanan adat yang selama ini dijaga secara turun-temurun.
“Wilayah itu adalah Wilayah Adat Bulo. Apa pun yang terkait wilayah adat, apalagi menyangkut klaim atau pengumuman resmi, harus dibicarakan dulu. Tidak boleh bertindak sepihak,” ujarnya saat dimintai keterangan, Sabtu (29/11/2025).
Lanjut Opu Faldy, sapaan akrabnya, tidak menampik bahwa tanah adat di wilayah tersebut memang membutuhkan kejelasan status.
Namun, ia menegaskan bahwa proses penyelesaiannya harus dilakukan secara benar, menghormati prosedur adat, serta melibatkan semua pihak terkait, termasuk pemerintah daerah dan Badan Pertanahan Nasional (BPN).
“Kita perlu duduk bersama. Harus ada kejelasan, tetapi mengikuti aturan. Itu yang sementara kami persiapkan,” ungkapnya.
BACA JUGA:
Konfercab Muskohcab HMI–KOHATI 2025: Bupati Lutra Apresiasi Lahirnya Banyak Pemimpin Bangsa dari HMI
Indonesia Keluar dari Pasar Beras Global Setelah 20 Tahun Jadi Pembeli Terbesar

Ia menilai bahwa pendaftaran tanah adat atau hak ulayat adalah langkah penting untuk menghindari klaim sepihak dari pihak luar.
Kata dia, tanah adat yang tidak terdaftar memiliki risiko besar karena tidak masuk dalam sistem pertanahan nasional, sehingga rawan dimasuki pihak tertentu yang berkepentingan.
Karena itu, ia mendorong agar proses identifikasi, verifikasi dokumen, hingga mediasi bersama masyarakat adat dilakukan secara terbuka.
Polemik ini pun menyorot kembali urgensi perlindungan tanah adat di berbagai wilayah, termasuk di Luwu.
Pasalnya, kasus pemasangan papan pengumuman tanpa sepengetahuan pemangku adat mencerminkan rapuhnya koordinasi antar-elemen masyarakat.
Situasi semacam ini, jika tidak segera diselesaikan, dapat menjadi benih konflik berkepanjangan.
Sementara itu, masyarakat sekitar juga mulai mempertanyakan maksud pemasangan papan tersebut dan siapa pihak yang bertanggung jawab.
Mereka mengharapkan musyawarah adat segera digelar untuk menghindari kesimpangsiuran informasi.
Dengan kondisi terakhir, Tomakaka Bulo memastikan bahwa langkah-langkah internal sudah disiapkan untuk menindaklanjuti masalah ini. Ia menegaskan bahwa tidak ada ruang untuk tindakan yang mencederai adat.
“Hak ulayat harus dihormati. Jangan gunakan nama adat untuk kepentingan tertentu. Kita akan mengklarifikasi semuanya dengan cara yang benar,” pungkasnya. (*)
Pewarta: Yustus Bunga

















