MAKASSAR, BERITAKOTAONLINE.ID —Dugaan adanya perlindungan terhadap pelaku kekerasan dalam kasus Tanty Rudjito kembali mencuat ke permukaan. Kasus yang telah dinyatakan lengkap atau P21 sejak Desember 2024 itu hingga kini belum juga dilimpahkan ke kejaksaan.
Kondisi tersebut menimbulkan pertanyaan tajam: benarkah ada oknum aparat yang mempertaruhkan kredibilitas institusinya demi membela satu pihak?
Hal itu disampaikan langsung oleh Tanty Rudjito, ibu muda yang menjadi korban kekerasan dan perampasan anak oleh Rusdianto alias Fery. Ia menilai aparat penegak hukum terkesan abai dan membiarkan pelaku tetap bebas tanpa proses hukum yang semestinya.
“Sudah P21, tapi pelaku masih bebas. Saya bertanya, apakah karena saya bukan siapa-siapa? Atau karena pelakunya orang kuat? Saya tidak tahu lagi harus mengadu ke mana,” ungkapnya dalam wawancara bersama media, Sabtu (13/7/2025).
Tanty menyebut, laporan yang ia buat tercatat dengan nomor LP/B/46/I/2024/SPKT/Polsek Tamalate/Polrestabes Makassar/Polda Sulsel.
Dan satu dari tiga laporan yang diajukannya telah dinyatakan lengkap oleh kejaksaan. Namun, hingga kini tidak ada pelimpahan tahap II dari penyidik ke kejaksaan.
BACA JUGA:
Oknum ASN Jeneponto Buka Suara, Rizka Tegaskan: Anak Bukan Soal Uang, Tapi Pengakuan
Musim 2025: Kuota 11 Pemain Asing Dinilai Berat bagi Klub Bermodal Terbatas
Tak hanya itu, dua laporan lainnya terkait perampasan anak dan dugaan pemalsuan identitas anak seperti nama, agama, dan nama orang tua juga belum menunjukkan perkembangan berarti. Padahal, kasus tersebut menyentuh langsung aspek perlindungan anak dan hak asasi manusia.
“Anak saya dirampas, nama dan agamanya diganti, bahkan nama orang tuanya juga diubah. Ini bukan sekadar kekerasan rumah tangga, tapi soal keberpihakan negara terhadap hak anak dan martabat seorang ibu,” lanjut Tanty dengan mata berkaca-kaca.
Bagi Tanty, ketika satu kasus telah berstatus P21 namun pelaku masih bebas, ia wajar bertanya: apakah ada pembiaran yang disengaja? Apakah ada keberpihakan aparat terhadap pelaku? Dan jika benar, sejauh mana aparat bersedia mempertaruhkan kredibilitasnya demi melindungi satu oknum?
Baginya, seluruh prosedur telah dijalani, bukti telah diserahkan, namun pelaku tetap melenggang bebas.
Tanty merasa seolah keberaniannya mencari keadilan justru dibalas dengan pembiaran. Jika aparat terus diam, ia mempertanyakan: siapa sebenarnya yang dilindungi korban atau pelaku?
“Kalau keadilan hanya berpihak kepada yang punya kuasa, lalu untuk apa ada hukum? Jangan sampai masyarakat berpikir bahwa seragam bisa membungkam suara keadilan,” kata seorang pendamping hukum yang terus mengawal kasus ini.
Tanty mengaku telah mengirim surat pengaduan ke sejumlah lembaga tinggi negara, antara lain Kapolri, Kompolnas, Komnas Perempuan, Komnas Anak, Komisi Kejaksaan, Ombudsman RI, hingga Komisi III DPR RI.
Ia mendesak agar penanganan kasus ini diawasi secara serius dan tidak ada lagi diskriminasi terhadap korban.
BACA JUGA:
Sejumlah regulasi yang diduga telah dilanggar oleh pelaku dan/atau aparat penangan perkara ini antara lain: UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.
Selian itu UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan. UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (jika ditemukan unsur lanjutan),
Termasuk UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, serta Peraturan Kapolri tentang Etika Profesi dan Penanganan Perkara Secara Adil dan Transparan.
Kasus ini kini memicu keresahan publik, khususnya di kalangan perempuan, aktivis hukum, dan pemerhati anak. Mereka menyatakan bahwa jika aparat tetap diam, bukan tidak mungkin gelombang aksi solidaritas akan muncul.
“Kami bukan anti-polisi. Kami hanya ingin hukum ditegakkan. Jangan sampai seragam dijadikan tameng untuk melindungi pelaku. Hukum harus berpihak pada korban,” tegas seorang aktivis perempuan di Makassar.
Tanty pun menutup keterangannya dengan nada tegas: “Kalau saya diam, mereka pikir saya lemah. Tapi saya akan terus berjuang. Jangan tunggu ada darah dulu baru aparat turun tangan.”
Sementara itu, Kapolsek Tamalate Kompol Syarifuddin saat dikonfirmasi beberapa waktu lalu, lalu menyampaikan bahwa proses hukum terhadap laporan Tanty Rudjito tetap berjalan. Ia memastikan bahwa penyidik telah menjadwalkan pelimpahan perkara ke kejaksaan.
“Kami telah menjadwalkan pelimpahan tersangka dan barang bukti ke Kejaksaan Negeri Makassar pada hari Senin,” ujar Kompol Syarifuddin Jumat (22/6/2025).
Pernyataan ini sekaligus menjawab keraguan publik terkait mandeknya penanganan perkara yang telah berstatus P21 sejak Desember 2024 lalu.
Namun hingga berita ini diturunkan, pelimpahan tahap II tersebut belum terkonfirmasi secara resmi dari pihak kejaksaan (*).
Tim Redaksi