BERITA KOTA ONLINE, JAKARTA –Dialog Kebangsaan STIK-PTIK kembali memasuki episode ketiganya dan menghadirkan dinamika pemikiran yang lebih progresif dari generasi penerus kepolisian Indonesia.
Pada sesi ini, para mahasiswa tampil bukan sekadar sebagai peserta, tetapi sebagai pembicara utama yang mengangkat isu-isu strategis mengenai arah transformasi Polri di era digital, khususnya terkait prediction, prevention, serta pemanfaatan teknologi modern dalam pelayanan publik.
Suasana dialog terasa hidup sejak awal kegiatan, sebab mahasiswa menunjukkan keberanian dan kejernihan analisis dalam menyoroti masih lebarnya jarak antara kebutuhan masyarakat dan kapasitas teknologi kepolisian yang ada saat ini.
Para narasumber dari berbagai bidang pun hadir menanggapi pandangan tersebut, membuat forum ini menjadi ruang interaksi yang sehat antara akademisi, praktisi, dan calon pemimpin Polri masa depan.
Dosen Kepolisian Utama Tk.I STIK Lemdiklat Polri, Irjen Pol Drs. Bahagia Dachi, S.H., M.H., menjelaskan bahwa tantangan kepolisian modern sudah berubah jauh dibanding satu atau dua dekade lalu.
Menurutnya, Polri tak bisa lagi hanya mengandalkan pendekatan konvensional dalam penegakan hukum. Dunia bergerak cepat, teknologi berkembang pesat, dan ekspektasi masyarakat semakin meningkat.
“Transformasi Polri harus dimulai dari pola pikir. Kita tidak bisa hanya menunggu laporan pelanggaran, lalu menindak. Mahasiswa di forum ini sudah memahami bahwa prediction dan prevention adalah masa depan kepolisian modern,” ujar Irjen Dachi.
Ia juga kembali menegaskan tiga komponen utama transformasi Polri: people, technology, dan process. Ketiganya perlu berjalan beriringan agar modernisasi berjalan efektif.
Dachi mengangkat contoh konkret seperti ETLE yang menurutnya masih sangat potensial untuk dikembangkan melalui integrasi kecerdasan buatan.
“ETLE bisa kita tingkatkan dengan teknologi AI. Jika pelanggaran lalu lintas dapat menghasilkan notifikasi otomatis ke WhatsApp atau pembayaran langsung via QR code, pelayanan akan makin cepat. AI bukan sekadar pilihan, tetapi kebutuhan dalam penegakan hukum modern,” tegasnya.
Pemikiran tersebut juga diperkuat oleh Founder Drone Emprit dan PT Media Kernels Indonesia, Ismail Fahmi.
Dalam penyampaian materinya, ia menggarisbawahi pentingnya memanfaatkan data sebagai alat prediksi dalam menangani potensi kerawanan sosial maupun kriminal.
Menurutnya, paradigma kepolisian harus berubah dari sekadar menindak pelanggaran menjadi mencegah peristiwa sebelum terjadi.
“Masyarakat selalu bertanya mengapa polisi datang setelah masalah terjadi. Dengan AI, predictive policing bisa memberi gambaran lokasi rawan, pola ancaman, sampai jam-jam tertentu di mana risiko meningkat. Ini bisa jadi basis prevention yang kuat,” jelas Ismail.
BACA JUGA:
DILIBAS Sesi Dua: STIK PTIK Tegaskan Reformasi Etika Moral sebagai Jalan Baru Transformasi Polri
Ia juga memuji mahasiswa STIK yang menurutnya sudah menunjukkan pemahaman mendalam tentang pentingnya integrasi teknologi ke dalam tugas-tugas kepolisian.
Menurutnya, bila generasi muda Polri sudah melek data dan teknologi sejak dini, maka masa depan kepolisian Indonesia akan berada di tangan yang tepat.
Sementara itu, perwakilan GP Ansor, Ahmad Luthfi, menekankan bahwa literasi teknologi bukan hanya kebutuhan profesi, tetapi dasar kepemimpinan modern.
Ia mengingatkan bahwa setiap isu keamanan publik hari ini selalu bersinggungan dengan teknologi.
“Jika ingin menjadi pemimpin di masa depan, maka harus menguasai teknologi. Tidak ada satu pun isu keamanan hari ini yang berdiri sendiri tanpa keterlibatan teknologi,” ucapnya.
Dialog Kebangsaan episode tiga ini semakin kuat bobotnya dengan kehadiran jajaran pejabat STIK-PTIK, termasuk para Wakil Ketua STIK dan Direktur Program Sarjana S1 STIK PTIK Lemdiklat Polri, Brigjen Pol Dr Endra Zulpan, S.I.K., M.Si.
Keikutsertaan mereka menunjukkan dukungan penuh terhadap pembentukan generasi kepolisian yang kritis, adaptif, dan memahami fondasi digital policing.
Forum ini pada akhirnya tidak hanya memperkaya wawasan peserta, tetapi juga menegaskan bahwa mahasiswa STIK adalah bagian penting dari proses perubahan.
Mereka tidak hanya belajar teori, tetapi juga ikut membangun arah baru kepolisian yang lebih preventif, berbasis data, dan responsif terhadap tuntutan teknologi.
Dengan diskusi yang terbuka, gagasan progresif, serta kolaborasi berbagai pihak, Dialog Kebangsaan ini menjadi bukti bahwa kepolisian Indonesia memiliki modal besar untuk memasuki era prediction dan prevention yang berbasis teknologi kepolisian modern. (*)
Pewarta: Halimuliadi/ Andi Eka/ Andi Ahmad Effendy

















