Kasus Pengusiran Wartawan oleh KSOP Makassar Picu Reaksi Aktivis dan Organisasi Pers

Kasus Pengusiran Wartawan oleh KSOP Makassar Picu Reaksi Aktivis dan Organisasi Pers
Serikat buruh saat beradu argumentasi dengan petugas KSOP terkait akses peliputan dalam mediasi TK Bagasi, Makassar, (11/12/2025) (Foto: Istimewa)

BERITA KOTA ONLINE, MAKASSAR –Polemik pengusiran wartawan dalam agenda mediasi buruh TK Bagasi di Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Makassar terus bergulir dan kini menjadi perhatian serius berbagai organisasi pers.

Insiden yang terjadi bertepatan dengan momentum Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional itu dinilai sebagai tamparan keras terhadap komitmen negara dalam menjamin kebebasan pers dan keterbukaan informasi publik.

Kasus bermula ketika sejumlah wartawan mengikuti rombongan serikat buruh dan Partai Buruh yang hendak melakukan mediasi terkait persoalan penghapusan jabatan Kepala Unit di internal TK Bagasi.

Para jurnalis hadir atas undangan resmi kelompok buruh dan eksponen Partai Buruh Exco Makassar, dengan tujuan meliput proses dialog yang menyangkut kepentingan publik.

Namun, sesaat sebelum pertemuan dimulai, pejabat KSOP Makassar, Musafir, yang menjabat sebagai Kasu Patroli II, melarang wartawan memasuki ruangan dengan dalih pertemuan bersifat tertutup.

Larangan itu sontak menimbulkan ketegangan. Para wartawan menilai tindakan tersebut sebagai bentuk penghalangan kerja jurnalistik karena tidak disertai alasan hukum yang valid.

Mereka juga menegaskan bahwa isu yang dipersoalkan merupakan urusan publik yang secara langsung berkaitan dengan transparansi pelayanan di lingkungan pelabuhan.

BACA JUGA:

Tokoh Muda Palopo Bersatu Dukung Zulfikar Pimpin HIPMI

Kesbangpol Lutra Perkuat Sinergi, Ormas–LSM Dijadikan Mitra Strategis Jaga Kondusifitas Daerah

Sejumlah jurnalis bahkan menyebut tindakan KSOP sebagai bentuk diskriminasi dan pembungkaman ruang pers.

“Kami datang sebagai bagian dari rombongan aksi dan untuk melakukan liputan resmi. Melarang kami masuk tanpa alasan jelas adalah tindakan yang merusak prinsip transparansi,” ujar salah satu, jurnalis yang turut ditolak masuk, Kamis (11/12/2025).

Menurutnya, apa yang dilakukan pejabat KSOP merupakan preseden buruk yang harus menjadi perhatian serius pihak berwenang.

Reaksi keras kemudian datang dari berbagai organisasi pers. Mereka menilai insiden ini berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, terutama Pasal 4 ayat (2) dan (3) yang menjamin kemerdekaan pers serta hak memperoleh informasi publik.

Pasal 18 ayat (1) UU Pers bahkan mempertegas bahwa setiap orang yang sengaja menghambat kegiatan jurnalistik dapat dikenai sanksi pidana.

Selain itu, tindakan KSOP dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), yang mewajibkan badan publik memberikan akses informasi kepada masyarakat, kecuali untuk hal-hal yang secara jelas dikecualikan oleh undang-undang.

Organisasi pers seperti AJI, IJTI, IWO, MOI hingga PWI di Makassar mulai melakukan pemantauan terhadap kasus ini.

Mereka sedang menunggu klarifikasi resmi KSOP Makassar sekaligus menilai apakah tindakan pejabat bersangkutan merupakan kebijakan institusi atau keputusan individual.

Beberapa aktivis media juga mendesak Kementerian Perhubungan untuk turun tangan mengaudit ulang SOP transparansi di lingkungan KSOP, mengingat pelabuhan adalah salah satu sektor yang wajib terbuka terhadap publik.

Di sisi lain, kelompok buruh menilai tindakan tersebut sebagai cerminan ketidaksiapan KSOP menghadapi tuntutan transparansi.

Menurut mereka, penutupan akses media tanpa dasar kuat justru memperkuat dugaan bahwa ada sesuatu yang ingin disembunyikan dalam proses penyelesaian masalah TK Bagasi.

Serikat buruh juga menyerukan agar Musafir dievaluasi, karena dianggap sebagai pihak yang bertanggung jawab atas penghalangan peliputan.

Hingga berita ini diturunkan, KSOP Makassar Utama belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait insiden tersebut.

Ketidakjelasan ini semakin memperpanjang polemik dan membuat publik mempertanyakan komitmen institusi pelabuhan dalam menjamin keterbukaan, khususnya dalam isu-isu yang menyangkut kepentingan buruh dan pelayanan publik.

Kasus pengusiran wartawan ini diperkirakan belum akan mereda dalam waktu dekat.

Organisasi pers, serikat buruh, aktivis HAM, dan berbagai pemangku kepentingan kini menunggu langkah konkret KSOP untuk memberikan klarifikasi serta memastikan bahwa tindakan yang menghalangi kerja jurnalistik tidak kembali terjadi pada agenda-agenda publik di masa mendatang. (Rls)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *