JAKARTA – Konten YouTube Gubernur Jawa Barat periode 2018–2023, Dedi Mulyadi, kembali menjadi perbincangan hangat publik.
Kali ini, video sidak lapangan yang diunggah melalui kanal @KANGDEDIMULYADICHANNEL menyorot sumber air yang digunakan oleh salah satu pabrik air minum dalam kemasan (AMDK) milik Danone Indonesia, yaitu AQUA.
Dalam tayangan berdurasi beberapa menit itu, Dedi tampak tengah berdialog dengan salah seorang staf pengelola pabrik.
Dengan gaya khasnya yang lugas dan penuh rasa ingin tahu, Dedi menanyakan dari mana sebenarnya air untuk produksi AQUA diambil.
“Ngambil airnya dari sungai?” tanya Dedi dengan ekspresi penasaran.
Pertanyaan itu dijawab langsung oleh staf pabrik yang menemani sidaknya. “Airnya dari bawah tanah, Pak,” ujarnya singkat.
Jawaban tersebut sontak membuat Dedi terkejut. Ia pun memastikan kembali sumber air tersebut bukan dari permukaan seperti sungai atau mata air biasa.
“Dikira oleh saya dari air permukaan, dari air sungai atau mata air. Berarti kategorinya sumur pompa dalam?” tanyanya lagi dengan nada heran.
Staf perusahaan menjelaskan bahwa air untuk produksi diambil dari dalam tanah dengan cara dibor hingga kedalaman tertentu.
Mendengar itu, Dedi kembali mempertanyakan apakah pengambilan air tanah dalam itu tidak akan berdampak pada struktur tanah atau bahkan menyebabkan pergeseran lahan di sekitar lokasi.
Video tersebut pun viral di berbagai platform media sosial. Banyak netizen yang menyoroti kekhawatiran Dedi terkait eksploitasi air tanah dalam, terutama di tengah isu kelestarian lingkungan dan keberlanjutan sumber daya air.
BACA JUGA:
Pemkot Makassar Gandeng KPU, Pemilihan RT/RW Serentak Siap Lebih Demokratis
Menanggapi ramai perbincangan itu, pihak Danone Indonesia akhirnya buka suara melalui keterangan tertulis resmi. Perusahaan tersebut menegaskan bahwa air yang digunakan untuk produk AQUA bukan berasal dari air permukaan, melainkan dari sumber air pegunungan terlindungi.
“Air AQUA berasal dari 19 sumber air pegunungan yang tersebar di seluruh Indonesia. Setiap sumber air dipilih melalui proses seleksi ketat yang melibatkan sembilan kriteria ilmiah dan lima tahapan evaluasi dengan durasi penelitian minimal satu tahun,” tulis Danone dalam pernyataannya.
Danone menjelaskan bahwa sumber air tersebut berasal dari akuifer dalam dengan kedalaman antara 60 hingga 140 meter. “Bukan dari air permukaan atau air tanah dangkal,” lanjutnya.
Perusahaan juga menegaskan bahwa setiap sumber air yang digunakan telah melalui kajian ilmiah yang melibatkan para ahli lintas disiplin, seperti geologi, hidrogeologi, geofisika, hingga mikrobiologi.
“Akuifer ini terlindungi secara alami oleh lapisan kedap air, sehingga bebas dari kontaminasi aktivitas manusia dan tidak mengganggu penggunaan air masyarakat,” jelas pihak Danone.
Dalam keterangan tambahan, Danone juga mengungkapkan bahwa proses penentuan titik pengambilan air dilakukan melalui studi hidrogeologi yang ketat, melibatkan Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Universitas Padjadjaran (Unpad).
Hasil kajian dua kampus besar tersebut menunjukkan bahwa sumber air AQUA tidak bersinggungan dengan air tanah dangkal yang digunakan masyarakat sekitar.
Danone menegaskan komitmennya terhadap prinsip pengelolaan air berkelanjutan.
Mereka mengklaim memiliki program konservasi sumber daya air di sekitar lokasi pabrik, termasuk penanaman vegetasi pelindung dan pengelolaan daerah tangkapan air untuk memastikan keseimbangan ekosistem tetap terjaga.
“Kami memastikan bahwa setiap aktivitas kami tidak hanya mematuhi regulasi pemerintah, tetapi juga mengedepankan keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat sekitar,” tulis Danone menutup pernyataannya.
Sementara itu, hingga kini Dedi Mulyadi belum memberikan komentar lanjutan setelah klarifikasi dari pihak Danone.
Namun, konten sidaknya telah memicu diskusi publik yang luas mengenai transparansi sumber air industri minuman kemasan di Indonesia.
Sejumlah warganet mengapresiasi langkah Dedi yang mengangkat isu tersebut ke ruang publik, sementara sebagian lainnya menilai klarifikasi Danone cukup menjawab kekhawatiran terkait eksploitasi sumber air.
Terlepas dari pro dan kontra, peristiwa ini kembali mengingatkan bahwa pengelolaan sumber daya air adalah isu strategis yang memerlukan kolaborasi antara pemerintah, perusahaan, dan masyarakat.
Air bukan sekadar komoditas bisnis, tetapi juga sumber kehidupan yang harus dijaga keberlanjutannya untuk generasi mendatang. (*)
Saiful Dg. Ngemba

















