MAKASSAR — Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terus beradaptasi menghadapi perubahan perilaku ekonomi masyarakat yang semakin digital.
Sejak 1 Januari 2025, DJP resmi mengimplementasikan sistem Core Tax Administration System (CoreTax), sebuah langkah besar dalam modernisasi pengelolaan pajak nasional yang diklaim mampu meningkatkan efisiensi, transparansi, serta kepatuhan pajak, terutama di sektor e-commerce.
Transformasi ini menjadi momentum penting di tengah melonjaknya aktivitas perdagangan digital di Indonesia.
Berdasarkan data Bank Indonesia, nilai transaksi e-commerce meningkat hingga 136 persen dalam lima tahun terakhir.
Lonjakan ini dipicu oleh tingginya partisipasi Generasi Z (Gen Z) dan pelaku usaha mikro yang kini lebih memilih menjual produk melalui platform daring seperti TikTok, Shopee, Tokopedia, dan marketplace lainnya.
Dengan kondisi itu, DJP menghadapi tantangan baru dalam memastikan setiap transaksi digital tercatat dan terkelola dengan baik.
Sebelumnya, sistem perpajakan nasional berjalan dengan berbagai aplikasi terpisah sehingga menyebabkan ketidaksinambungan data antarunit.
BACA JUGA:
Wali Kota Makassar Dorong Dinas Perdagangan Cetak Duta Lokal Promosikan Brand Daerah ke Pasar Dunia
Makassar Eco Circular Hub: Kolaborasi Unibos dan Pemkot Wujudkan Kota Tanpa Sampah
Melalui CoreTax, seluruh proses kini terintegrasi dalam satu platform terpusat yang memungkinkan pengawasan dan pelayanan dilakukan secara real time.
Sistem ini juga memungkinkan DJP mendeteksi secara otomatis adanya anomali antara data transaksi dengan laporan pajak wajib pajak.
“CoreTax dirancang bukan sekadar sebagai alat administrasi, tetapi juga sistem cerdas untuk memperkuat pengawasan dan meningkatkan pelayanan kepada wajib pajak,” ujar Sri Wahyuni di lingkungan DJP dikutip dalam keterangannya, Senin (13/10/2025).
Langkah berikutnya yang dilakukan pemerintah adalah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025.
Aturan tersebut memberi wewenang kepada DJP untuk menunjuk platform marketplace sebagai pemungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 atas transaksi yang dilakukan oleh para pedagang di platform mereka.
BACA JUGA:
Haaland Cetak Hattrick, Norwegia Libas Israel 5-0 di Tengah Seruan Dukung Palestina
Harumkan Sulsel, Humas Pemkab Jeneponto Masuk 2 Besar Nasional dalam Amplifikasi Agenda Pemerintah
Melalui kebijakan ini, marketplace kini berperan sebagai mitra pemerintah dalam memastikan pajak dipungut secara adil dan proporsional. Besaran PPh Pasal 22 ditetapkan sebesar 0,5 persen dari omzet kotor pedagang dalam negeri.
Pemungutan ini bersifat final atau tidak final tergantung pada status perpajakan pelaku usaha.
Bagi pedagang kecil dengan omzet di bawah Rp4,8 miliar per tahun, pajak ini akan menjadi bagian dari pelunasan PPh Final 0,5 persen yang telah berlaku sebelumnya.
BACA JUGA:
Pengumuman! Mulai Tahun Depan Lapor SPT Pakai Coretax
Prabowo Berhentikan Arief Prasetyo Adi dari Jabatan Kepala Bapanas, Ini Profil Lengkapnya
Namun bagi pedagang dengan penghasilan nonfinal, PPh Pasal 22 tersebut dapat digunakan sebagai kredit pajak pada SPT Tahunan. Dengan demikian, sistem ini tidak menambah beban pajak baru, tetapi lebih pada penataan mekanisme pemungutannya.
Beberapa jenis transaksi juga dikecualikan dari kewajiban pemungutan, seperti penjualan oleh wajib pajak orang pribadi dengan omzet di bawah Rp500 juta per tahun.
Jasa pengiriman oleh mitra aplikasi, penjualan pulsa dan kartu perdana, hingga perdagangan emas perhiasan dan batu permata.
Dalam implementasinya, marketplace wajib memungut pajak dari omzet kotor pedagang (tidak termasuk PPN dan PPnBM), kemudian menyetorkannya ke kas negara paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya, serta melaporkannya melalui SPT Masa PPh Unifikasi maksimal tanggal 20.
Pedagang di marketplace juga diwajibkan memberikan informasi seperti NPWP atau NIK, alamat korespondensi, serta surat pernyataan omzet untuk memastikan pemotongan pajak berjalan sesuai aturan. Dokumen bukti pemungutan akan dibuat secara elektronik melalui sistem marketplace sebagai bukti resmi.
Kebijakan ini menandai era baru kolaborasi antara pemerintah dan sektor digital. Marketplace tidak hanya menjadi wadah transaksi, tetapi juga berperan sebagai penghubung dalam sistem administrasi pajak nasional.
Dengan digitalisasi dan integrasi CoreTax, pemerintah berharap kepatuhan pajak meningkat signifikan, sementara pelayanan kepada wajib pajak menjadi lebih cepat dan akurat.
Transformasi digital perpajakan ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menyesuaikan diri dengan dinamika ekonomi modern.
Di tengah tren “jualan online” yang kian populer di kalangan anak muda, CoreTax menjadi fondasi bagi sistem pajak yang lebih transparan, efisien, dan adaptif terhadap era digital. (*)
Pewarta: Jufri

















