BERITA KOTA ONLINE, MAKASSAR – Anggota Komisi Percepatan Reformasi Polri (KPRP), Mahfud MD, menegaskan bahwa agenda yang sedang dijalankan saat ini bukan lagi reformasi institusi Kepolisian Republik Indonesia (Polri), melainkan percepatan reformasi pelayanan publik.
Penegasan tersebut disampaikan Mahfud saat memberikan pemaparan di Universitas Hasanuddin (Unhas), Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (16/12/2025).
Mahfud menjelaskan, secara formal reformasi Polri telah selesai sejak era pascareformasi 1998. Berbagai regulasi, struktur kelembagaan, serta desain organisasi Polri dinilai sudah cukup baik.
Namun, dalam praktiknya masih ditemukan berbagai persoalan yang berdampak langsung pada kualitas pelayanan kepada masyarakat.
“Perlu saya luruskan, kita tidak sedang melakukan reformasi Polri, karena reformasi itu secara formal sudah selesai. Yang kita lakukan sekarang adalah percepatan reformasi pelayanan publik,” kata Mahfud.
Menurut Mahfud, terdapat dua faktor utama yang sejak lama memengaruhi kondisi internal Polri.
Faktor pertama adalah masuknya unsur politik ke dalam institusi kepolisian, sementara faktor kedua berkaitan dengan kepemimpinan.
Kedua faktor tersebut dinilai sangat menentukan arah dan kualitas kinerja Polri.
“Polri ini mulai bermasalah ketika masuk unsur politik ke dalamnya. Lalu yang kedua soal leadership. Kuncinya itu politik dan kepemimpinan,” ujarnya.
Mahfud menambahkan bahwa Polri merupakan institusi yang sangat bergantung pada sistem komando.
Oleh karena itu, kualitas pimpinan di tingkat atas akan sangat berpengaruh terhadap perilaku dan kinerja aparat di lapangan.
BACA JUGA:
Perayaan Ulang Tahun Anak Pengusaha Makassar Resmi Masuk Rekor MURI
Respon Tegas dan Pasti PWNU Jatim soal Penunjukan KH Zulfa Mustofa Jadi Pj Ketum PBNU
Jika pimpinan memiliki integritas dan tidak terkontaminasi kepentingan politik, maka hal tersebut akan berdampak positif hingga ke tingkat bawah.
“Polisi itu sangat terkomando. Kalau yang di atasnya bagus, ke bawahnya pasti bagus. Kalau yang di atasnya tidak terkontaminasi politik, ke bawahnya juga pasti bagus,” jelas Mahfud.
Dalam rangka memperbaiki kondisi tersebut, KPRP melakukan evaluasi menyeluruh terhadap institusi Polri.
Mahfud menyebut langkah ini sebagai upaya “cek kesehatan” untuk mengetahui bagian-bagian yang masih bermasalah meskipun kerangka aturan sudah tersedia.
“KPRP melakukan semacam cek kesehatan terhadap institusi Polri. Seperti orang sakit, kita periksa bagian mana yang bermasalah,” katanya.
Mahfud juga mengungkapkan sejumlah persoalan yang masih kerap ditemukan di internal Polri, mulai dari praktik pemerasan, kriminalisasi, gaya hidup hedonis, flexing, hingga dugaan kolaborasi dengan kejahatan.
Menurutnya, kondisi tersebut berdampak langsung pada menurunnya rasa perlindungan masyarakat.
Ia menilai, fungsi Polri dalam melayani, melindungi, dan mengayomi masyarakat masih relatif dinilai cukup baik.
Namun, persoalan paling serius saat ini berada pada aspek penegakan hukum, terutama ketika bersinggungan dengan kepentingan bisnis dan kelompok tertentu.
“Masalah paling serius sekarang ada pada penegakan hukumnya. Kalau melayani, melindungi, dan mengayomi, masyarakat relatif masih menilai cukup baik. Tapi penegakan hukum ini masih compang-camping, terutama ketika bersinggungan dengan dunia bisnis dan kepentingan tertentu,” pungkas Mahfud.
Mahfud menegaskan bahwa Polri adalah milik masyarakat, sehingga perbaikan pelayanan publik harus dilakukan secara bertahap dan konsisten untuk mengembalikan jati diri kepolisian sebagai pelindung, pengayom, pelayan, sekaligus penegak hukum yang berkeadilan. (*)
Pewarta: Kon Ekin Marco

















