Pemilik Lahan Kebun Mede Layangkan Surat Somasi ke PT. RCP

 

Morowali, Beritakotaonline.id- Firna M Hamid, salah seorang masyarakat desa Torete melayangkan surat somasi dan keberatan keras atas tindakan pembayaran kompensasi atau yang disebut tali asih terkait pembebasan lahan kebun jambu mede yang berada dalam wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) perusahaan tambang nikel PT. Raihan Catur Putra (RCP) di Desa Torete, Kecamatan Bungku Pesisir, Kabupaten Morowali, Propinsi Sulawesi Tengah.

Surat somasi atau keberatan tersebut di tandatangani di Desa Torete, pada Selasa, 16 Desember 2025 dan dilayangkan kepada para pihak. Diantaranya, Managemen PT. RCP dan Kades Torete yang ditembuskan kepada Bupati Morowali, Ketua DPRD Morowali, Polres Morowali dan Camat Bungku Pesisir serta Ketua BPD Torete.

Menurut Firna, lahan kebun jambu mede yang digarap dan kuasai secara sah tersebut, dokumen dan alas haknya patut diduga telah dihilangkan atau disalahgunakan oleh oknum Aparat Desa Torete maupun pihak lain yang mengaku sebagai tim pemerintah, tim adat, atau fasilitator pembebasan lahan, tanpa pernah ada dasar hukum, Surat Keputusan (SK) maupun landasan administrasi yang sah Dari Pemerintah Desa Torete.

Ia menegaskan bahwa, hingga saat ini tidak pernah mengetahui, menyetujui, ataupun memberikan kuasa kepada pihak mana pun, termasuk saudara Fuad Bedu Rahim, Anwar Rasyid, maupun Sabardin (mantan Kades Torete), untuk bertindak mewakili dirinya sebagai pemilik lahan, baik atas nama pemerintah desa, tokoh adat, perusahaan, maupun tim pembebasan lahan lainnya.

Dalam surat tersebut, dirincikan objek lahan yang dimaksud seluas kurang lebih 3 (Tiga) hektare lebih, yang berbatasan langsung dengan lahan milik Almarhum Maharadja Hamid (Fitriawati), Royman Maharadja Hamid, Risnawati M. Hamid, Adit Firmansyah M. Hamid, Arif M Hamid, Astrid Angraini, Mansur, Jupri, dan Darman. “Bahwa Saya menegaskan, saya adalah satu-satunya pemilik sah atas lahan kebun jambu mede yang berdampingan dengan batas-batas tersebut dan berada dalam lokasi IUP PT. RCP,” tulis Firna dalam surat somasinya.

Kepada wartawan media ini, Ia menegaskan, bahwah telah terjadi pengukuran lahan secara diam-diam oleh saudara Fuad Bedu Rahim dan saudara Anwar Rasyid tanpa sepengetahuan dan tanpa persetujuan dirinya sebagai pemilik sah.

Lebih lanjut, kata Firna, saya memperoleh informasi terkait adanya pembayaran kompensasi atau Tali Asih oleh pihak ketiga, yaitu PT RCP, yang diwakili oleh saudara Bayu, dengan bukti materil dan formil atas nama: Fitriawati, Arif M. Hamid, Adit Firmansyah M Hamid.

Sementara, lanjut Firna, pembayaran tersebut dilakukan tanpa pemberitahuan, tanpa persetujuan, dan tanpa keterlibatan dirinya selaku pemilik ulayat/kebun jambu mede. Tindakan ini jelas merupakan pelanggaran atas hak kepemilikan, merugikan secara materil terhadap dirinya, serta berpotensi kuat melanggar hukum pidana maupun perdata.

Dasar Hukum

Dalam surat somasi tersebut, sejumlah landasan hukum ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku disampaikan. Mulai dari pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang menegaskan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Kemudian, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), khususnya, Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 4 yang mengakui dan melindungi hak ulayat dan hak perorangan atas tanah. Pasal 6 yang menegaskan bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial dan tidak dapat dialihkan secara sewenang-wenang.

Selain itu di Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) tentang Perbuatan Melawan Hukum, atas setiap perbuatan yang menimbulkan kerugian kepada orang lain. Pasal 167 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terkait larangan memasuki atau menggunakan pekarangan atau tanah orang lain tanpa hak. Dan pasal 385 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang tindak pidana penyerobotan tanah.

Termasuk, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, khususnya terkait larangan penyalahgunaan wewenang oleh pejabat pemerintahan. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, yang mewajibkan badan publik, termasuk pemerintah desa, memberikan informasi yang benar, jujur, dan transparan.

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang mewajibkan pemerintah desa bertindak transparan, akuntabel, dan tidak melampaui kewenangannya.

Dari berbagaia uraian persoalan dengan berlandasakan peraturan dan perundang-undangan yang telah diuraikan, disampaikan sejumlah tuntutan kepada pihak Managemen PT. RCP dan Pemerintah Desa Torete.

Pertama, menghentikan seluruh kegiatan dan atau aktivitas penambangan serta segala bentuk transaksi atau pengalihan hak atas lahan kebun jambu mede miliknya yang melibatkan pihak mana pun.

Kedua, memberikan klarifikasi tertulis secara resmi, rinci, dan transparan mengenai dasar hukum, alasan, serta mekanisme PT. RCP melakukan pembayaran kompensasi/Tali Asih kepada pihak-pihak yang tidak berhak.

Ketiga, segera melakukan pembayaran kompensasi/ganti rugi kepada saya selaku pemilik sah, sesuai nilai yang semestinya, serta menyelesaikan dan membatalkan pembayaran keliru yang telah dilakukan kepada pihak lain.

Keempat, menyelenggarakan pertemuan mediasi dengan melibatkan saya selaku pemilik sah, Pemerintah Desa Torete, dan PT RCP dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak surat somasi ini diterima.

“Apabila dalam jangka waktu tersebut tidak terdapat itikad baik, tanggapan resmi, maupun penyelesaian yang memuaskan, maka dengan ini saya menyatakan akan menempuh seluruh upaya hukum yang tersedia, baik pidana, perdata, maupun pelaporan administratif kepada instansi berwenang, guna melindungi dan mempertahankan hak kepemilikan saya,” tutupnya.

(Umar)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *