BERITA KOTA ONLINE, MAKASSAR – Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar kembali menegaskan komitmennya untuk mengutamakan pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) sebagai fondasi utama dalam pembangunan daerah.
Langkah ini mengemuka seiring arahan tegas Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Makassar, Andi Zulkifly, yang menyatakan bahwa seluruh anggaran non-pelayanan dasar bakal dievaluasi ketat demi memastikan bahwa SPM berjalan optimal dan tidak sekadar menjadi dokumen administratif.
Arah baru kebijakan tersebut muncul dalam rangkaian Bimbingan Teknis (Bimtek) Penyusunan Laporan SPM Tahun 2025 Makassar yang digelar Pemkot Makassar bersama Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri.
Dalam kegiatan tersebut, Sekda menyoroti bahwa SPM bukan hanya kewajiban normatif pemerintah daerah, tetapi merupakan hak dasar masyarakat yang harus dipenuhi tanpa kompromi.
“Jika pelayanan dasar kita gagal, maka pemerintah dianggap gagal menjalankan kewajibannya kepada warga. Itu sebabnya SPM menjadi garis merah yang tidak boleh dilanggar,” ujar Sekda.
Salah satu isu krusial yang mendapat perhatian adalah pemotongan Dana Transfer ke Daerah (TKD) sebesar Rp500 miliar dari total APBD Makassar.
Kondisi ini otomatis memaksa Pemkot melakukan penyesuaian anggaran secara besar-besaran.
BACA JUGA:
Di Duga Terlibat Pungli Program PTSL, Seorang Lurah Di Gowa Sulawesi Selatan Di Tangkap Polisi
Wali Kota Munafri Paparkan Arah Pembangunan Makassar 2025–2029 di Forum ASCC Jepang 2025

Namun, Sekda memastikan bahwa pemangkasan itu tidak akan menyentuh belanja untuk SPM. Sebaliknya, seluruh program yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar akan melalui evaluasi menyeluruh.
“Siapa pun SKPD-nya, kalau programnya tidak menyentuh SPM, siap-siap untuk dievaluasi. Bukan waktunya lagi menghabiskan anggaran untuk urusan yang tidak berkaitan dengan kewajiban pemerintah,” tegasnya.
Ia menekankan bahwa SPM mencakup sektor-sektor vital seperti pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum, perumahan rakyat, ketertiban umum, hingga sosial.
Setiap sektor tersebut memiliki indikator capaian yang harus dilaporkan secara triwulanan. Pelaporan inilah yang selama ini menjadi kelemahan sebagian daerah, termasuk Makassar.
“Kita mau transparan, terukur, dan bisa dipertanggungjawabkan. Maka mulai tahun depan, pelaporan triwulan harus dilakukan tepat waktu dan dengan data konkret,” tambahnya.
Tak hanya itu, Sekda juga menyoroti pentingnya sinkronisasi perencanaan pembangunan daerah. Mulai dari RKPD, renstra, hingga renja tiap SKPD, seluruh dokumen wajib memasukkan indikator dan kebutuhan terkait SPM.
Menurutnya, penyusunan anggaran tanpa fondasi perencanaan berbasis SPM hanya akan melahirkan program yang tidak berdampak pada masyarakat.
“Jangan sampai kita buat anggaran besar, tapi dasar perencanaannya kosong. Itu sama saja membuang uang daerah,” kata Zulkifly.
Di sisi lain, peran panitia penerapan SPM yang dipimpin langsung Wali Kota Makassar juga ditekankan agar lebih aktif.
Sekda menilai bahwa sistem pengendalian internal harus diperkuat agar setiap SKPD tidak hanya melaporkan data, tetapi juga memastikan bahwa pelayanan dasar benar-benar diterima masyarakat.
“Pelaporan tanpa kontrol di lapangan itu percuma. Kita harus pastikan bahwa warga benar-benar mendapatkan layanan sesuai SPM,” ujarnya.
BACA JUGA:
LPAI Makassar Dorong Desa Pabundukan Jadi Zona Aman dari Pernikahan Anak Usia Dini
Sejarah Baru PBNU: Gus Yahya Staquf Diberhentikan dari Kursi Ketua Umum

Sementara itu, Sekretaris Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri, Maddaremmeng, memberikan apresiasi terhadap komitmen Pemkot Makassar.
Ia menyebut bahwa perhatian pemerintah pusat kini sangat tinggi terhadap pemenuhan SPM karena menyangkut langsung hak konstitusional warga negara.
“Kegagalan memberi pelayanan dasar bisa dinilai sebagai pelanggaran hak asasi manusia. Karena itu, semua pemda harus bekerja ekstra keras,” ungkapnya.
Maddaremmeng bahkan mengungkapkan bahwa SPM kini menjadi objek pemantauan beberapa lembaga negara, termasuk Ombudsman RI dan Kementerian Hukum dan HAM. Pemda didorong untuk tidak hanya mengejar penghargaan, tetapi memastikan kualitas layanan meningkat secara nyata.
“Mutu layanan, mutu SDM, dan jumlah penerima layanan harus jadi perhatian utama. Bukan hanya soal administrasi,” katanya.
Makassar sendiri baru saja meraih SPM Award pada 2025, sebuah pencapaian yang menunjukkan komitmen dan kemajuan daerah dalam pemenuhan pelayanan dasar.
Namun Sekda menilai bahwa penghargaan bukan akhir, melainkan awal dari tuntutan kinerja yang lebih tinggi.
Ia berharap momentum ini bisa menjadi pemacu semangat SKPD untuk bekerja lebih disiplin dan lebih presisi dalam perencanaan hingga pelaporan.
Dengan fokus anggaran yang semakin ketat, pemotongan dana transfer yang signifikan, serta tekanan dari pemerintah pusat, Makassar memasuki fase baru dalam tata kelola pelayanan publik.
Keberhasilan implementasi SPM akan menjadi batu uji apakah Pemkot benar-benar mampu menempatkan kepentingan masyarakat sebagai prioritas tertinggi. Sekda memastikan tidak ada ruang untuk kelalaian.
“Kalau SPM kita kuat, maka seluruh wajah pelayanan pemerintah akan berubah. Itu yang kita kejar,” pungkasnya. (Ars)

















