MAKASSAR – Dugaan praktik pungutan liar (pungli) kembali mencuat di dunia pendidikan. Kali ini, orang tua murid di SMP Negeri 08 Makassar mengaku resah setelah muncul kewajiban pembayaran iuran bulanan sebesar Rp25.000 per siswa.
Informasi tersebut bukan hanya disampaikan secara lisan, tetapi juga dibagikan melalui grup WhatsApp khusus orang tua, lengkap dengan daftar nama siswa yang sudah dan belum membayar.
Seorang orang tua murid, yang namanya enggan dipublikasikan, mengaku heran dengan kebijakan tersebut. Kepada wartawan, ia memperlihatkan foto daftar pembayaran yang berisi nama-nama siswa dan keterangan siapa yang telah melunasi dan siapa yang belum.
Ia menilai cara penagihan ini sangat tidak etis, terlebih dilakukan di sekolah negeri yang seharusnya tidak membebankan biaya apa pun kepada siswa.
“Heran ka’ pak, kenapa sekolah negeri diwajibkan membayar dana kelas sebesar Rp25 ribu per bulan setiap siswa? Padahal sekolah negeri itu gratis, tidak ada pungutan. Tapi ini disuruh ki membayar,” ujarnya dengan nada kesal, Selasa (18/11/2025).
Ia menambahkan bahwa keberadaan grup WhatsApp itu justru menjadi ruang tekanan bagi para orang tua murid. Setiap bulan, daftar nama siswa yang belum membayar kembali diposting sehingga sebagian orang tua merasa malu dan terpojok.
“Seakan-akan kalau tidak bayar, anak kita yang salah. Padahal ini bukan kewajiban resmi dari sekolah,” tambahnya.
Belum ada kejelasan untuk apa iuran tersebut digunakan. Orang tua murid hanya diberi informasi bahwa dana itu diperuntukkan “kebutuhan kelas”, tanpa rincian jelas mengenai pemanfaatannya.
BACA JUGA:
Kapolda Baru Sulsel Disambut Aksi Demo: Jurnalis dan Ormas Tuntut Polisi Bersih dari Pelanggaran HAM
Kondisi ini membuat sebagian besar wali murid mempertanyakan dasar pungutan, termasuk apakah kebijakan itu diketahui dan disetujui oleh pihak sekolah.
Sementara itu, Kepala SMP Negeri 08 Makassar, Mariamin Ibrahim, saat dikonfirmasi memberikan klarifikasi atas dugaan pungutan iuran Rp25.000 per bulan yang dikeluhkan sejumlah orang tua murid.
Ia menegaskan bahwa persoalan tersebut sebenarnya bukan kebijakan sekolah, melainkan inisiatif sebagian orang tua melalui grup paguyuban.
“Sebenarnya itu kan masalah di orang tua sendiri, dan itu tidak ada hubungannya dengan guru di lingkungan sekolah. Tidak semua kelas, hanya beberapa saja, dan saya sudah suruh hentikan,” ujarnya.
Mariamin menjelaskan bahwa ia baru beberapa hari menjabat sebagai kepala sekolah, namun langsung meminta agar aktivitas pengumpulan iuran tersebut dihentikan karena berpotensi menimbulkan masalah.
“Saya belum sampai satu minggu di sini, sudah saya suruh berhenti. Makanya orang tua juga bilang tidak ada hubungannya dengan guru, itu murni mereka sendiri di dalam grup paguyuban,” terangnya.
Ketika ditanya sejak kapan iuran itu berjalan, Mariamin mengaku tidak mengetahui secara pasti, sebab praktik tersebut sudah ada sebelum ia bertugas di SMPN 08.
BACA JUGA:
Diduga Mark Up Data Siswa, Kepsek SMPN Satap 8 Binamu Raup Dana BOS Puluhan Juta
Pemasangan Kabel Optik Ilegal Marak, Warga Makassar Desak Pemerintah Tertibkan

Mariamin juga membantah bahwa praktik iuran tersebut sudah berlangsung lama. “Saya tidak tahu, karena sudah ada memangmi saya ke sini. Jadi saya cuma suruh hentikan, tidak usahmi. Apalagi kalau itu menyebabkan ada masalah di dalam lingkungan sekolah,” katanya.
Ia juga menegaskan bahwa dana tersebut sama sekali tidak dikelola oleh pihak sekolah.
“Padahal mereka sendiri yang pegang dananya, mereka yang atur di dalam itu. Cuma kalau kita mau dibikinkan masalah, mendingan tidak usahmi,” tambahnya.
Atas kejadian ini, Mariamin memastikan bahwa aktivitas iuran apa pun melalui paguyuban orang tua dihapus agar tidak menimbulkan persepsi bahwa sekolah melakukan pungutan.
Menurutnya, kegiatan seperti iuran sapu sebenarnya tidak masalah jika hanya untuk kebutuhan kecil, namun beberapa orang tua sering mengambil inisiatif sendiri ketika ada barang yang rusak atau hilang.
“Sebenarnya sih tidak ada masalah, karena sapu itu ada disediakan. Cuma namanya anak-anak, kadang baru dibagikan sapunya, anak patah mi. Nah itu tanggung jawab mereka sendiri. Karena mereka diberikan tanggung jawab, kalau melanggar disiplin takut mereka minta lagi di pihak sekolah. Makanya orang tuanya sendiri yang inisiatif, ada kan itu,” jelasnya.
Dengan penegasan ini, ia berharap tidak ada lagi kesalahpahaman terkait dugaan pungli di sekolah negeri tersebut. Pihaknya menekankan bahwa segala bentuk pungutan yang tidak sesuai aturan resmi tidak diperbolehkan.
Orang tua murid berharap dinas pendidikan dan inspektorat dapat turun melakukan investigasi dan memanggil pihak kepala sekolah agar dugaan praktik serupa tidak merugikan masyarakat dan tidak menciderai semangat pendidikan gratis yang telah digaungkan Wali Kota Makassar. (Rls/MK)

















