MAKASSAR – Kasus dugaan pelanggaran hukum dan benturan kepentingan kembali mencuat dari Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan.
Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) INAKOR Sulsel menyoroti proses pemberian sanksi kepada Sekretaris Desa (Sekdes) Nagauleng, Kecamatan Cenrana, yang berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN).
Masalah ini menjadi kontroversial lantaran sanksi tersebut dijatuhkan langsung oleh Kepala Desa Nagauleng, yang tak lain adalah suami dari Sekdes.
Langkah ini dinilai sarat nepotisme, cacat hukum, dan menyalahi prinsip etika pemerintahan.
Direktur Investigasi DPW LSM INAKOR Sulsel, Asywar, S.ST., S.H., melalui sambungan telepon, Rabu (24/9/2025), menegaskan bahwa proses penjatuhan sanksi tersebut penuh kejanggalan.
Ia menilai Kepala Desa telah melampaui kewenangan yang seharusnya hanya dimiliki oleh Bupati atau pejabat yang mendapat mandat resmi.
“Proses ini sangat cepat dan menimbulkan dugaan kuat adanya nepotisme, pelanggaran prosedur, serta benturan kepentingan. Kepala Desa jelas tidak berwenang menjatuhkan sanksi kepada ASN,” tegas Asywar.
BACA JUGA:
Proyek Paving Block Rp69 Juta di Togo-Togo Jeneponto Diduga Sarat Penyimpangan
htmakasWali Kota Munafri Program Kopdes Merah Putih Jadi Urat Nadi Ekonomi Baru Makassar
Berdasarkan informasi yang dihimpun, Camat Cenrana sebelumnya mengeluarkan surat rekomendasi Nomor: 005/110/CNR/VIII/2025 tertanggal 26 Agustus 2025.
Hanya berselang sehari, pada 27 Agustus 2025, Kepala Desa Nagauleng menerbitkan SK Nomor: 15 Tahun 2025 tentang penjatuhan sanksi kepada Sekdes.
Kecepatan proses ini dinilai janggal dan memperkuat dugaan adanya praktik nepotisme.
Lebih jauh, Asywar menegaskan bahwa ketentuan hukum jelas mengatur mekanisme sanksi ASN. UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN serta PP No. 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS menegaskan bahwa kewenangan menjatuhkan sanksi disiplin ada pada Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK), bukan kepala desa.
“Tindakan Kepala Desa tersebut cacat hukum administratif. Selain itu, pejabat dilarang mengambil keputusan apabila terdapat hubungan keluarga langsung sebagaimana diatur dalam UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan,” jelasnya.
INAKOR juga menyoroti dasar hukum rekomendasi camat yang dijadikan pijakan penerbitan SK. Menurut Asywar, hal tersebut bertentangan dengan Permendagri No. 67 Tahun 2017 dan PP No. 17 Tahun 2018 tentang Kecamatan.
Regulasi tersebut hanya memberikan kewenangan camat dalam hal pembinaan dan koordinasi, bukan untuk mengeluarkan rekomendasi sanksi ASN.
“Ini bentuk pelanggaran serius karena rekomendasi itu digunakan untuk melanggengkan keputusan yang sebenarnya di luar kewenangan Kepala Desa,” tambahnya.
DPW INAKOR Sulsel yang sejak awal mendampingi proses ini bahkan sudah melayangkan surat resmi kepada Camat Cenrana pada 15 September 2025 untuk meminta klarifikasi. Namun hingga saat ini, surat tersebut belum mendapat jawaban.
“Kami menyayangkan sikap tidak kooperatif dari Camat Cenrana. Padahal klarifikasi penting agar publik mengetahui dasar hukum dari rekomendasi tersebut,” kata Asywar.
LSM INAKOR menegaskan akan terus mengawal kasus ini dan mendesak Pemerintah Kabupaten Bone, khususnya BKPSDM dan Inspektorat, agar segera turun tangan.
Mereka meminta agar SK yang diterbitkan Kepala Desa dibatalkan demi kepastian hukum dan tegaknya prinsip pemerintahan yang bersih.
“Kami mendesak Bupati Bone mengevaluasi langkah ini. Jangan sampai ada preseden buruk bahwa ASN bisa disanksi oleh pihak yang tidak berwenang hanya karena kepentingan pribadi,” pungkas Asywar. (*)
Tim Redaksi