JENEPONTO — Kepala UPT SMP Negeri Satap 8 Binamu yang terletak di Bontang, Kelurahan Empoang Selatan, Kecamatan Binamu, Kabupaten Jeneponto, diduga melakukan penggelembungan data jumlah siswa untuk memperoleh dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) lebih besar dari yang semestinya.
Dugaan manipulasi data ini mencuat setelah Lembaga Elang Hitam Nusantara Republik Indonesia (ELHAN RI) melakukan investigasi langsung ke sekolah tersebut pada Senin, 16 Juni 2025, didampingi sejumlah awak media.
Hasil pantauan lapangan menunjukkan adanya perbedaan mencolok antara jumlah siswa yang terdaftar dalam sistem Data Pokok Pendidikan (Dapodik) milik Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dengan data riil di lapangan.
Menurut data resmi Dapodik, jumlah siswa SMPN Satap 8 Binamu tercatat sebanyak 131 siswa, sehingga sekolah tersebut menerima dana BOS sebesar kurang lebih Rp151.960.000 per tahun.
Namun, hasil monitoring ELHAN RI menunjukkan bahwa jumlah siswa aktif sebenarnya hanya 120 orang.
Kepala UPT SMPN Satap 8 Binamu, Muhammad Syarif, S.Pd, yang dikonfirmasi di ruang kerjanya mengakui perbedaan tersebut.
Ia menjelaskan bahwa berdasarkan klasifikasi siswa saat ini, terdapat 37 siswa di kelas VII, 43 siswa di kelas VIII, dan 40 siswa di kelas IX, sehingga total siswa aktif berjumlah 120 orang.
“Jumlah siswa yang cut off pada 31 Agustus Tahun Pelajaran 2024-2025 memang tercatat sebanyak 131 orang, dan itu sudah sesuai dengan data penerima BOS,” jelas Syarif kepada awak media.
BACA JUGA:
Tambang Pasir Ilegal di Bone Rusak Lingkungan, LSM Inakor: Ada Pembiaran Aparat!
Resmob Polres Gowa Amankan Dua Pemuda yang Bawa Senjata Tajam Tanpa Izin Saat Patroli Malam
Namun, pernyataan tersebut dibantah oleh Ketua ELHAN RI DPD Jeneponto, Ramil Sain, yang menilai adanya ketidaksesuaian data dengan kondisi di lapangan sebagai indikasi kuat adanya praktik mark up atau penggelembungan jumlah siswa.
“Fakta yang kami temukan di lapangan berbeda dengan data yang diajukan ke Kemendikbud. Ini jelas terindikasi manipulasi untuk memperbesar alokasi dana BOS. Patut diduga, ini dilakukan untuk memperkaya diri sendiri,” ungkap Ramil.
Ia menambahkan bahwa praktik seperti ini mencederai dunia pendidikan dan mencerminkan lemahnya pengawasan dari dinas terkait.
“Wajar jika oknum kepala sekolah makin berani, karena selama ini terkesan ada pembiaran. Dinas Pendidikan seolah tidak bertindak,” kritik Ramil tegas.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, dugaan manipulasi data jumlah siswa ini bukan kali pertama terjadi. Praktik tersebut disinyalir telah berlangsung selama beberapa tahun pelajaran terakhir, dan baru terbongkar setelah dilakukan pengecekan silang antara data Dapodik dan jumlah siswa aktual.
Jumlah dana yang diduga diselewengkan dari hasil mark up data siswa mencapai puluhan juta rupiah setiap tahunnya.
Dana BOS yang seharusnya digunakan untuk mendukung proses belajar-mengajar secara optimal, justru terindikasi dijadikan celah penyalahgunaan anggaran.
Hingga berita ini diterbitkan, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Jeneponto, khususnya Bidang SMP yang bertanggung jawab terhadap pembinaan dan pengawasan sekolah menengah pertama, belum memberikan tanggapan resmi terkait dugaan tersebut.
Lembaga ELHAN RI mendesak agar aparat penegak hukum dan pihak inspektorat daerah segera turun tangan untuk mengusut tuntas dugaan manipulasi dana BOS ini.
Ramil juga meminta adanya audit menyeluruh terhadap laporan pertanggungjawaban penggunaan dana BOS di sekolah tersebut, serta membuka peluang penyelidikan terhadap sekolah lain yang mungkin melakukan modus serupa.
“Jika praktik ini dibiarkan, maka program BOS yang dicanangkan pemerintah pusat untuk meringankan beban pendidikan bagi siswa justru akan dimanfaatkan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab,” tutup Ramil. (*)
Team Redaksi