Penumpukan Sampah di Bontoduri, RT/RW Dinilai Lalai Jalankan Program Walikota Makassar

Penumpukan Sampah di Bontoduri, RT/RW Dinilai Lalai Jalankan Program Walikota Makassar
Tumpukan sampah di RW 07, Kelurahan Bontoduri, Kecamatan Tamalate, Makassar, tak kunjung diangkut sejak kerja bakti, Minggu, (27/4/2025) (Foto: Redaksi).

MAKASSAR  — Penumpukan sampah di RW 07, RT 04 dan RT 05, Kelurahan Bontoduri, Kecamatan Tamalate, Makassar, kembali memicu keresahan warga.

Tumpukan sampah yang berasal dari kegiatan kerja bakti pada Minggu, 27 April 2025, hingga kini belum juga diangkut oleh petugas kebersihan, menyebabkan bau menyengat dan kekhawatiran akan dampak lingkungan serta kesehatan.

Sejumlah warga mengungkapkan kekecewaan mereka terhadap janji Walikota Makassar terkait program iuran sampah gratis.

“Walikota bilang iuran sampah gratis, tapi kenyataannya sampah malah menumpuk begini,” ujar seorang warga Bontoduri.

Warga juga mempertanyakan peran PJ RT dan RW yang dinilai tidak tanggap dan kurang aktif dalam menyampaikan aspirasi serta keluhan warga kepada pihak kelurahan atau pemerintah kota.

“Mereka hanya pandai menagih iuran sampah yang lama, tetapi tidak peduli dengan lingkungan yang sekarang kotor dan berbau. Kami butuh tindakan, bukan janji,” kata warga lainnya dengan nada kesal.

Masalah penumpukan sampah ini diduga terjadi karena belum disetorkannya retribusi atau laporan ke pihak pengelola sampah, sehingga pengangkutan oleh petugas dari kelurahan belum dilakukan.

Hal ini memunculkan asumsi di kalangan warga bahwa program iuran sampah gratis dari Walikota belum diterapkan secara maksimal, atau bahkan hanya bersifat formalitas tanpa implementasi nyata di lapangan.

BACA JUGA:

MK: Pasal 27A UU ITE Hanya Berlaku untuk Individu, Bukan Lembaga atau Korporasi

Wali Kota Makassar Kunjungi Barrang Lompo, Fokus Atasi Sampah dan Krisis Listrik

Menanggapi hal ini, seorang pemerhati sosial kemasyarakatan yang dikenal dengan sapaan Jupe, turut menyampaikan pandangannya.

Dalam diskusi santai di salah satu warkop kawasan Tamalate, Jupe menyoroti kurangnya koordinasi dan komunikasi antara pemerintah kota dengan struktur RT/RW.

“Jika program iuran gratis ini benar dijalankan, maka mekanismenya harus dipahami oleh semua pihak. RT/RW seharusnya menjadi jembatan informasi dan solusi, bukan sekadar penagih iuran atau penyampai keluhan,” ujarnya.

Menurut Jupe, akar masalahnya bukan semata pada sampah, melainkan pada sistem birokrasi yang tidak responsif terhadap kebutuhan warga.

Ia menegaskan pentingnya sinergi antara kebijakan dan pelaksana teknis di lapangan.

“Kalau tidak ada komunikasi yang jelas, maka sampah seperti ini hanyalah potret kecil dari tumpukan masalah yang lebih besar. Bukan hanya sampah yang menumpuk, tapi juga rasa kecewa warga yang tidak ditanggapi,” katanya.

Lurah Bontoduri akhirnya memberikan klarifikasi melalui pesan singkat kepada media, Selasa (30/4/2025).

Dalam keterangannya, ia menjelaskan bahwa tumpukan sampah tersebut merupakan hasil kerja bakti yang belum masuk prioritas pengangkutan oleh petugas kebersihan.

“Sedikit saya konfirmasi bahwa sampah hasil kerja bakti oleh PJ RT/RW itu tidak langsung diangkut oleh petugas kebersihan (Viar), karena fokusnya sampah rumah tangga yang didahulukan,” tulisnya.

Warga berharap agar pemerintah setempat, khususnya struktur RT dan RW, dapat lebih aktif dan proaktif dalam menanggapi persoalan seperti ini.

Mereka juga mendesak agar janji iuran sampah gratis tidak hanya menjadi slogan, tapi benar-benar dijalankan dengan transparansi, koordinasi, dan tanggung jawab.

Masalah sampah di Bontoduri menjadi pengingat bahwa kebersihan lingkungan bukan hanya tanggung jawab petugas kebersihan, tapi juga sistem pemerintahan lokal yang mampu mendengar dan merespons cepat keluhan warganya (*).

Redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *