IWO Sulsel Desak Transparansi: Larangan Media Ekspos Klarifikasi Kalapas Dinilai Hambat Hak Publik

IWO Sulsel Desak Transparansi: Larangan Media Ekspos Klarifikasi Kalapas Dinilai Hambat Hak Publik
Zulkifli Thahir, Ketua IWO Sulsel, saat memberikan keterangan pers terkait larangan media mengekspose klarifikasi di Lapas Kelas I Makassar, Minggu (20/4/2025) (Foto: Istimewa).

MAKASSAR – Ikatan Wartawan Online (IWO) Sulawesi Selatan menyayangkan larangan terhadap media untuk mempublikasikan hasil klarifikasi dalam kasus dugaan penipuan terhadap pelaku UMKM, Saliah, yang menyeret nama oknum pegawai Lapas Kelas I Makassar.

IWO Sulsel menilai, kebijakan tersebut justru berpotensi menghambat hak publik atas informasi dan menimbulkan spekulasi liar.

Ketua IWO Sulsel, Zulkifli Thahir, atau yang akrab disapa Bang Cule, menyatakan bahwa sikap pihak Lapas yang meminta media menunda pemberitaan hasil klarifikasi adalah bentuk pembatasan terhadap kerja jurnalistik yang berpotensi merusak prinsip keterbukaan informasi.

“Alasan menunggu kuasa hukum tidak bisa dijadikan dasar untuk membungkam media. Klarifikasi adalah bagian dari proses keterbukaan publik. Jika ditunda, publik justru akan bertanya-tanya ada apa di baliknya,” tegas Zulkifli, Minggu (20/4/2025).

Pernyataan ini, merespons sikap Lapas Makassar melalui Kabid Pembinaan Keamanan dan Kepatuhan Internal Kanwil Ditjenpas Sulsel, Herman Anwar, yang dalam pertemuan klarifikasi pada Sabtu (19/4/2025) meminta media menahan publikasi dengan alasan kuasa hukum pihak korban belum berada di tempat.

“Kemudian ini (Ibu Saliah) Sudah mempercayakan kepada Yusuf gunco sebagai pengacaranya…  Jadi biarlah mungkin dari pihak lapas berkordinasi langsung dengan pak yusuf  gunco..”

“Harapan saya mungkin tidak ada lagi pemberitaan atau bicara bicara lagi diluar ini, supaya ini tidak berkembang lagi memanas jadi saya minta semua rekan rekan semua .. kiranya tidak ada lagi  berita keluar karena kita kan mau. mencari titik temu yang baik,” ungkap Herman Anwar diamini Kalapas.

Meski Kalapas Kelas I Makassar Sutarno sendiri telah menggelar jumpa pers, namun diduga masih bungkam memberikan penjelasan rinci legalitas dan terkait aliran dana bisnis kuliner di lingkungan Lapas yang dipimpinnya.

Ia hanya meminta publik bersabar dan menyarankan agar media menunda publikasi hingga kuasa hukum hadir dalam pertemuan berikutnya.

“Saya kira kita akan cari titik temu,” karena ini sudah dipercayakan ke pak Yusuf (Kuasa hukum korban) untuk mencari solusi,” ujar Sutarno, Sabtu (19/4).

Permintaan pihak Lapas agar media menahan publikasi hasil klarifikasi dengan dalih absennya kuasa hukum pun memicu perdebatan.

Di satu sisi, alasan tersebut dianggap sebagai bentuk kehati-hatian dalam menyikapi isu sensitif yang melibatkan institusi pemasyarakatan.

BACA JUGA:

Kasus Kerjasama Kuliner di Lingkungan Penjara, Kalapas Akhirnya Angkat Bicara

Napi di Rutan Sialang Bungkuk Pesta Miras dan Narkoba, Komisi XIII Akan Panggil Kemenimipas

Namun di sisi lain, bagi IWO, langkah ini justru dinilai tidak sejalan dengan semangat keterbukaan informasi publik.

“Kami hargai sikap kehati-hatian Kalapas. Namun, transparansi adalah harga mati. Menunda informasi tanpa alasan yang cukup hanya memperbesar ruang ketidakpercayaan publik,” ujar Zulkifli.

Meski demikian, IWO Sulsel tetap mengapresiasi langkah awal Kalapas yang mau melakukan klarifikasi.

Organisasi pers ini berharap ke depan ada keterbukaan yang lebih transparan, termasuk perlindungan terhadap pelaku UMKM di lingkungan pemasyarakatan.

“Kami akan terus mengawal kasus ini. namun pihak mereka juga punya hak mungkin karena menunggu pengacara melakukan konferensi pers, harus kita hormati juga hak mereka, perlu juga dipertimbangkan demi menjaga citra kelembagaan Lapas Kelas I Makassar dan tentu mencegah terulangnya kejadian serupa”, tutur Bang Cule.

IWO Sulsel juga menyerukan agar pengusaha seperti Saliah dilindungi dan dibimbing sesuai prosedur, bukan dimanfaatkan dalam sistem informal yang rawan penyimpangan.

Kasus ini membuka tabir Bisnis Kuliner  di lingkungan Lapas yang selama ini luput dari sorotan. Dengan munculnya suara dari organisasi pers, publik berharap aparat penegak hukum bertindak cepat dan adil.

“Transparansi dan akuntabilitas bukan slogan, tapi kewajiban mutlak. Jika ada yang ditutupi, publik berhak tahu,” pungkas Zulkifli.

Dalam kasus ini, Saliah, seorang pengusaha kuliner, mengaku mengalami kerugian hingga Rp82 juta akibat dugaan penipuan oleh oknum Lapas berinisial AAA.

Ia mengaku awalnya diajak bekerjasama membangun bisnis kuliner di lingkungan Lapas dengan dalih legalitas melalui koperasi.

Namun, seiring waktu, ia menyadari bahwa aliran dana dari penjualan makanan yang dibeli oleh warga binaan diduga tidak masuk ke rekening koperasi, melainkan ke rekening pribadi.

“Awalnya saya kira pembeli adalah pegawai. Tapi ternyata banyak dari mereka warga binaan. Saya kaget ketika tahu uangnya tidak masuk ke sistem resmi koperasi,” ungkap Saliah dalam konferensi pers.

Yang mengejutkan, menurut Saliah, ada indikasi bahwa Kalapas mengetahui dan bahkan disebut menikmati keuntungan dari bisnis tersebut.

Hal ini menambah kompleksitas dugaan penyimpangan dari Bisnis Kuliner di lingkungan Lapas (*).

JFF /Arya| Editor: Andi A. Effendy

=========================

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *