STQH XXIII Sulsel Dibuka dengan Tarian Datu Pattimang, Simbol Masuknya Islam di Tana Luwu

STQH XXIII Sulsel Dibuka dengan Tarian Datu Pattimang, Simbol Masuknya Islam di Tana Luwu
Para penari tampil memukau dalam Tarian Kolosal Datu Pattimang saat pembukaan STQH XXIII Sulsel di Lapangan Tamsis, Masamba, (13/4/2025) (Foto: Istimewa).

MASAMBA, BERITAKOTAONLINE.id — Pembukaan Seleksi Tilawatil Qur’an dan Hadis (STQH) XXIII tingkat Provinsi Sulawesi Selatan di Kabupaten Luwu Utara, Ahad malam (13/4/2025), berlangsung dengan semangat luar biasa meski diguyur hujan lebat.

Ribuan penari dari kalangan pelajar se-Kabupaten Luwu Utara tetap tampil total dalam mempersembahkan sebuah karya seni budaya yang sarat nilai sejarah dan spiritual: Tarian Kolosal Datu Pattimang.

Tarian kolosal yang menjadi pembuka ajang STQH XXIII ini tidak sekadar pertunjukan seni.

Lebih dari itu, tarian ini menjadi simbol yang sarat makna atas masuknya agama Islam ke wilayah Tana Luwu, serta menjadi bentuk penghormatan terhadap sejarah dan tokoh penyebar Islam di kawasan tersebut, yakni Datu Pattimang.

Meski cuaca buruk dengan hujan deras, angin kencang, dan sesekali kilatan petir, semangat para penari tidak surut sedikit pun.

Gerakan-gerakan indah yang ditampilkan mereka justru semakin dramatis dan menyentuh, memancing decak kagum para penonton, tamu undangan, dan peserta yang hadir di Lapangan Taman Siswa (Tamsis) Masamba.

Tarian ini menggambarkan sebuah transisi peradaban dari era kepercayaan lokal menuju peradaban Islam yang damai dan mencerahkan.

Melalui pola formasi dan konfigurasi tarian yang membentuk kubah masjid, para penari menyimbolkan hadirnya Islam sebagai agama yang diterima masyarakat Tana Luwu secara terbuka.

BACA JUGA:

Andi Sudirman Sulaiman Ungkap Hadiah STQH: Juara 1 Diganjar Rp30 Juta

Gubernur Sulsel Buka Secara Resmi Ajang STQH Ke-23 Tingkat Sulsel

Kubah masjid yang digambarkan dalam formasi itu merujuk pada Masjid Jami Tua, yang saat ini terletak di Kota Palopo, dan dikenal sebagai salah satu masjid tertua di wilayah Sulawesi Selatan.

Masjid ini menjadi bukti sejarah bahwa Islam telah lama berakar di tanah ini, berkat peran penting Datu Pattimang.

Koreografi tarian tersebut dirancang oleh Perkaseda Kabupaten Luwu Utara, sementara penataan kostum dipercayakan kepada Sanggar Seni Bunga Masamba.

Perpaduan gerak, kostum, musik pengiring, dan semangat penari menghasilkan sebuah pertunjukan yang tak hanya estetis tetapi juga heroik.

Basri Andang, salah seorang penonton yang menyaksikan secara daring, menyampaikan kekagumannya.

“Luar biasa! Jiwa patriotik anak-anak Luwu Utara ini patut diapresiasi. Mereka tampil dalam hujan, tapi tak kehilangan semangat,” ungkapnya dalam pesan WhatsApp kepada media ini.

Atraksi budaya ini menjadi pembuka yang hangat di tengah dinginnya cuaca. STQH XXIII Sulsel bukan hanya menjadi ajang seleksi qari dan qariah terbaik, tetapi juga ruang pelestarian nilai-nilai budaya dan sejarah Islam di Sulawesi Selatan.

Dengan latar yang begitu heroik, tarian Datu Pattimang menjadi penanda bahwa semangat spiritual dan budaya di Tana Luwu terus menyala, dan para generasi muda siap melanjutkan estafet warisan leluhur dengan penuh kebanggaan (*).

Yustus | Editor: Arya R. Syah

======================

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *