Bank BRI dan KPKNL Makassar Diduga Tidak Transparan dalam Lelang Objek Agunan

Bank BRI dan KPKNL Makassar Diduga Tidak Transparan dalam Lelang Objek Agunan
Ketua DPD LSM Lintas Pemburu Keadilan Sulsel (LSM LPK Sulsel), Agung Setiawan, S.H dalam pernyataan persnya atas dugaan ketidakterbukaan dalam proses lelang rumah Kreditur Marten yang dilakukan oleh Bank BRI Ahmad Yani dan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Makassar, Rabu (5/3/2025) (Foto: Jufri)

MAKASSAR—Seorang kreditur Bank BRI, Marthen Luther, mengungkapkan dugaan ketidakterbukaan dalam proses lelang rumahnya yang dilakukan oleh Bank BRI Ahmad Yani dan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Makassar.

Dalam keterangan persnya di sebuah warung kopi di sekitar Jalan Toddopuli, (5/3/25), Marthen menjelaskan bahwa dirinya menerima tiga surat dari Bank BRI yang dikirim melalui JNE pada 3 Februari 2025.

Isi surat tersebut meminta dirinya untuk mengosongkan rumahnya karena akan dilelang. Namun, ia merasa ada kejanggalan dalam proses lelang tersebut.

Seminggu kemudian, seorang pria bernama Tasman datang mengklaim telah membeli rumah tersebut tanpa menunjukkan bukti yang jelas.

Marthen pun mengadakan pertemuan yang dimediasi oleh Pak RW di sebuah warung kopi di Jalan Cendrawasih. Pertemuan tersebut turut dihadiri oleh Binmas, Babinsa, dan Tasman.

Dalam mediasi tersebut, Tasman menawarkan kompensasi berupa kontrakan rumah selama satu tahun senilai Rp15 juta.

Karena merasa terdesak, Marthen menerima tawaran itu tanpa berpikir panjang dan tanpa meminta bukti kepemilikan yang sah atau bukti hasil lelang.

Marthen menjelaskan bahwa dirinya telah meminta waktu untuk mengosongkan rumahnya setelah Lebaran. Namun, pada 23 Februari 2025, keluarga Tasman tiba-tiba datang dan memerintahkan dirinya segera pergi.

Hal tersebut membuatnya terganggu dan merasa dipermainkan. Ia pun meminta bukti pemenang lelang, tetapi bukti tersebut tidak pernah diperlihatkan.

Pada 24 Februari, Marthen mengunjungi Kantor KPKNL Makassar untuk meminta dokumen-dokumen terkait lelang rumahnya yang diajukan oleh BRI Ahmad Yani.

Namun, KPKNL Makassar tidak transparan dan tidak memperlihatkan data pemenang maupun nilai taksasi rumahnya dengan alasan bersifat rahasia.

BACA JUGA:

Sekjen PAN: Kami dengan Prabowo Brotherhood, Siap di Koalisi Permanen

Polisi Bongkar Sindikat Aktivasi SIM Card Pakai KTP dan KK Orang Lain

Pada kunjungan kedua ke Kantor KPKNL Makassar, barulah ia mendapatkan informasi bahwa pemenang lelang sebenarnya adalah seseorang bernama Hasan, bukan Tasman seperti yang sebelumnya mengaku sebagai pembeli rumahnya.

Hal ini semakin membuat Marthen meragukan keabsahan proses lelang tersebut.

Merasa diperlakukan tidak adil, Marthen meminta bantuan media dan LSM Lintas Pemburu Keadilan Sulsel.

Kini, di rumah saya telah dipasangi papan informasi yang menyatakan bahwa properti tersebut dalam pengawasan LSM LPK Sulsel.

Hal ini memicu protes dari keluarga yang mengklaim sebagai pemilik baru.

Belakangan diketahui bahwa nilai lelang rumah Marthen hanya sebesar Rp271 juta, jauh di bawah harga objek rumah berdasarkan NJOP yang mencapai Rp2.176.000 per meter.

Selain itu, hingga kini Marthen belum mendapatkan pemberitahuan resmi dari Bank BRI mengenai status utangnya, apakah sudah lunas atau masih memiliki sisa pembayaran. Ia juga tidak pernah menerima somasi sebelum lelang dilakukan.

“Selama proses ini berlangsung, tidak pernah ada konfirmasi dari pihak Bank BRI mengenai nilai jual rumah sebelum dilelang,” ujar Marthen.

Marthen menambahkan bahwa ada beberapa orang yang mengaku dari pihak Bank BRI pernah menemuinya.

Namun, mereka tidak memberikan kejelasan mengenai jumlah pinjaman yang harus saya bayar atau lunasi. Setelah kedatangan mereka, tanpa sepengetahuannya, tiba-tiba rumahnya dinyatakan telah dibeli oleh orang lain.

Ketua DPD LSM Lintas Pemburu Keadilan Sulsel (LSM LPK Sulsel), dalam pernyataan persnya saat mendampingi Marthen (5/3/25), Agung Gunawan, S.H., mengungkapkan bahwa terdapat dugaan pelanggaran terhadap beberapa peraturan dan perundang-undangan yang berlaku terkait kredit macet dan proses lelang:

1. Pasal 6 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Bank seharusnya memberikan informasi yang transparan kepada debitur terkait proses eksekusi agunan, termasuk harga dasar lelang dan pembeli yang memenangkan lelang.

2. Pasal 224 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Jika ada unsur
paksaan dalam pengosongan rumah tanpa prosedur hukum yang sah, maka hal tersebut dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum.

3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang
– KPKNL seharusnya memastikan bahwa proses lelang dilakukan secara transparan dan memberikan informasi kepada debitur mengenai hasil lelang, termasuk nilai lelang dan pemenang.

4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
– Bank yang tidak memberikan informasi jelas mengenai utang debitur dan hasil lelang dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hak konsumen.
5. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan

– Pasal 29 ayat (4) mengatur bahwa bank wajib menjalankan praktik perbankan dengan prinsip kehati-hatian, termasuk dalam menangani kredit bermasalah agar tidak merugikan debitur.

6. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 18/POJK.03/2016 tentang Penerapan Tata Kelola bagi Bank Umum

– Bank diwajibkan untuk menjaga transparansi dalam pelaksanaan lelang jaminan kredit dan memberikan informasi lengkap kepada nasabah terkait status utang serta harga lelang aset.

“Kami berharap ada kejelasan hukum terkait masalah ini. Sebagai warga negara, Pak Marthen memiliki hak untuk mengetahui status utangnya serta kepastian hukum atas lelang rumahnya.

Untuk mendapatkan keadilan dan transparansi dari pihak terkait, kami sudah siap melaporkan secara resmi dan akan menempuh jalur hukum,” ungkap Agung menutup percakapan (*).

Jufri | Arya R. Syah

=====================

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *