Marbot Masjid di Bone Divonis 1 Tahun 6 Bulan Penjara dalam Kasus Pencabulan

Marbot Masjid di Bone Divonis 1 Tahun 6 Bulan Penjara dalam Kasus Pencabulan
Marbot Masjid di Bone, Mustakim Bin Tola, dijatuhi hukuman 1 tahun 6 bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Bone. Sidang vonis ini berlangsung pada (23/12/2024) (Dok. Istimewa)

BONE – Marbot Masjid di Bone, Mustakim Bin Tola, dijatuhi hukuman 1 tahun 6 bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Bone.

Keputusan ini berhubungan dengan tindak pidana pencabulan yang dilakukannya di Desa Nagauleng, Kecamatan Cendrana, Kabupaten Bone.

Sidang vonis ini berlangsung pada 23 Desember 2024, setelah sebelumnya tuntutan 3 tahun penjara diajukan oleh jaksa.

Tindak pencabulan dilakukan oleh Mustakim terhadap korban yang berinisial AY. Jaksa Penuntut Umum,

Nurdiana, S.H., meminta hakim menjatuhkan hukuman pidana lebih berat.

BACA JUGA:

Pimpinan UD Naga Mas Klarifikasi Isu Gaji Karyawan dan Siap Jalankan Program Jamsostek

Connie Rahakundini Ungkap Dokumen Hasto Kristiyanto yang Disimpan di Rusia Bisa Jadi Bom Waktu

Namun, Majelis Hakim akhirnya menjatuhkan hukuman 1 tahun 6 bulan penjara.

Dalam sidang tersebut, hakim juga mengurangi hukuman dengan mempertimbangkan masa tahanan yang telah dijalani.

“Kasus ini menunjukkan pentingnya kesadaran masyarakat untuk menjaga lingkungan dari potensi pelecehan dan kekerasan seksual,” ujar Jupri, pemerhati sosial.

Tindakan Mustakim di lingkungan yang seharusnya aman menjadi pelajaran bagi masyarakat luas, terutama dalam melindungi anak dan perempuan.

Selain itu, barang bukti dalam kasus ini akan dikembalikan kepada korban.

Pihak keluarga korban mengungkapkan harapannya agar vonis ini memberi efek jera kepada pelaku.

BACA JUGA:

Jejak Keluarga Sampetoding dari Keluarga Kaya Raya, Pendiri PT Antam dan Pengusaha Hasil Hutan

Annar Sampetoding Serahkan Diri ke Polres Gowa, Ditemani Pengacara

Mereka menginginkan pelaku mendapat hukuman yang setimpal dengan perbuatannya dan memastikan keadilan bagi korban.

Marbot Masjid di Bone ini diketahui memiliki peran penting dalam kehidupan sosial setempat.

Kepercayaan masyarakat terhadapnya tercoreng setelah kasus ini terungkap.

Ke depan, masyarakat berharap kasus ini menjadi peringatan bahwa pelecehan seksual bisa terjadi di mana saja, bahkan di tempat yang seharusnya aman.

Pemerintah dan masyarakat harus bersama-sama memperkuat upaya perlindungan terhadap kelompok rentan, termasuk anak-anak dan perempuan.

Pemberdayaan masyarakat sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman dan peduli.

Masyarakat harus lebih aktif dalam mendukung korban dan memerangi kekerasan seksual.

“Hukuman ini menjadi peringatan untuk kita semua agar lebih peduli dan waspada terhadap segala bentuk kekerasan seksual,” kata Jupri.

Harapannya, kasus ini memicu kesadaran lebih besar untuk mencegah kejadian serupa di masa mendatang.

Pemberdayaan keluarga, komunitas, dan lembaga keagamaan sangat diperlukan dalam menangani masalah ini (*)

JPR  Redaksi| Editor: Arya R. Syah

======================

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *