MAKASSAR – Skandal uang palsu di UIN Makassar telah mencoreng nama baik institusi pendidikan.
Tanggung jawab tidak hanya pada rektor, tetapi juga dugaan kolaborasi dengan pihak eksternal yang harus diusut tuntas.
Hal tersebut disampaikan Direktur PUKAT Sulsel Farid Mamma, SH MH, di salah satu Warkop bilangan Cendrawasih di Makassar, Jumat (20/12/2024).
Farid Mamma Direktur Pusat Kajian dan Advokasi Anti Korupsi (PUKAT) Sulsel ini menyampaikan pandangan kritis terhadap dugaan keterlibatan pihak-pihak yang memiliki otoritas di dalam dan diluar kampus
Meski sejauh ini pihak Polda Sulsel menetapkan 17 tersangka kasus uang palsu yang memiliki peran berbeda di internal kampus dan dari luar kampus.
Namun menurut dugaan Farid, secara internal tidak mungkin tindakan sebesar ini terjadi tanpa sepengetahuan pimpinan kampus.
Ia menyebut bahwa kepala perpustakaan, misalnya, tidak mungkin berani bertindak tanpa adanya perintah dari pihak yang lebih tinggi.
BACA JUGA:
PUKAT Sulsel: Pencabutan Status Tersangka Rektor UMI Ciptakan Preseden Buruk untuk Korupsi
Dalam keterangan Polisi menyebut dalam memproduksi uang palsu Mereka memanfaatkan ruang bekas toilet yang berlokasi di Gedung Kampus 2 sebagai tempat produksi uang palsu dilengkapi peredam suara.
Farid mengatakan “tidak mungkin kepala perpustakaan bertindak sendiri. Ada pihak yang jelas-jelas memberi lampu hijau terhadap aktivitas mencurigakan, dan itu harus diusut tuntas, kan lucu toilet pakai peredam suara, yang pakai kedap suara itu hanya di tempat karaoke saja,” ujarnya.
Ia juga mempertanyakan bagaimana mungkin kasus sebesar ini bisa luput dari perhatian rektor dan jajaran pimpinan kampus. Kampus yang seharusnya menjadi pusat ilmu pengetahuan justru terjebak dalam kasus kriminal.
“Ini bukan tempat lain, ini kampus yang tahu rektor. Kampus jadi sarang penyamun,” ujar Farid dengan tegas.
Menurutnya, dalam struktur kampus, peran rektor sangat sentral. Tidak mungkin seorang rektor tidak mengetahui aktivitas besar seperti ini, apalagi jika melibatkan banyak orang.
“Dari sudut pandang hukum, tidak mungkin security tahu, rektor tidak tahu,” tambah Farid.
BACA JUGA:
Bukan Ratusan Juta, Kapolda Sulsel: Nilai Uang Palsu Triliunan, Sertifikat Obligasi Rp700 Triliun
Ia menegaskan bahwa tanggung jawab moral dan hukum seharusnya juga ditujukan kepada pimpinan kampus, bukan hanya kepada para tersangka yang telah ditangkap.
Ia menduga ada aktor utama yang dengan sengaja memanfaatkan situasi di kampus untuk menjalankan tindak pidana ini.
Farid mendesak agar penyelidikan dilakukan secara menyeluruh, termasuk memeriksa rektor dan pihak-pihak terkait.
Menurut aktivis ini Jika terbukti ada keterlibatan, maka pelaku harus diberi sanksi sesuai hukum yang berlaku.
“Kasus ini bukan hanya mencoreng nama kampus, tetapi juga merusak kepercayaan masyarakat terhadap institusi pendidikan. Oleh karena itu, tidak boleh ada yang dibiarkan lolos dari tanggung jawab,” tutur Farid.
“Rektor harus dicopot dan diperiksa. Tidak mungkin kepala perpustakaan berani kalau tidak ada yang perintahkan,” tambah Farid.
Lebih jauh, Farid menyoroti kemungkinan adanya dugaan kolaborasi di antara orang-orang yang memiliki kewenangan.
Selain meminta transparansi di tingkat kampus, Farid juga menyoroti pihak eksternal yang diduga turut berperan dalam masuknya mesin cetak uang palsu.
Ia meminta adanya pemeriksaan terhadap pihak Bea Cukai dan Otoritas wilayah Kepelabuhanan Makassar.
“Bagaimana mungkin mesin cetak uang bisa masuk tanpa pengawasan? Pihak Bea Cukai dan Polres Pelabuhan harus diperiksa. Ini bukan barang kecil yang bisa disembunyikan,” tegas Farid
BACA JUGA:
Pabrik Uang Palsu di UIN Alauddin Makassar, Polisi Amankan Mesin Pencetak dan Uang Senilai Miliaran Rupiah
Diketahui dalam keterangan polisi terungkap, mesin cetak uang palsu diperoleh tersangka dari Asal Negeri Tirai Bambu Cina yang dibeli di Surabaya seharga Rp.600 juta.
Menurut Farid, pengawasan di pelabuhan seharusnya menjadi benteng utama untuk mencegah masuknya barang ilegal, termasuk mesin cetak uang palsu.
Jika ada kelalaian atau bahkan keterlibatan oknum dalam proses ini, maka mereka juga harus bertanggung jawab secara hukum.
“Ini bukan hanya masalah kampus, tapi ada indikasi jaringan yang lebih besar di luar sana,” tambahnya.
Farid Mamma SH MH menegaskan bahwa penegakan hukum harus menyentuh semua pihak yang terlibat, tanpa pandang bulu.
Menurut Farid Mamma, S.H., M.H., pemalsuan mata uang adalah ancaman serius yang diatur tegas dalam Pasal 244, 245, dan 250 KUHP.
Ia menjelaskan bahwa selain menghukum pelaku pemalsuan dan pengguna uang palsu, Pasal 250 melarang pembuatan atau kepemilikan bahan pemalsuan.
“Rektor harus bertanggung jawab, tak ada alasan untuk tidak tahu. Semua yang terlibat harus diperiksa tuntas, pungkas Farid.
Farid menekankan pentingnya edukasi masyarakat dan pengawasan ketat untuk mencegah kerugian besar serta menjaga stabilitas keuangan negara.
Hingga saat ini, barang bukti yang disita polisi sebanyak 98 diantaranya uang senilai Rp. 466.700.000, satu lembar fotokopi senilai Rp 45 triliun dan Surat Berharga Negara (SBN) senilai Rp 700 triliun dan mesin cetak diperkirakan seberat 2 ton.
Dalam jumpa pers, Kapolda Sulsel Irjen Yudhiawan menyebut Andi Ibrahim (AI) Kepala Perpustakaan UIN Makassar menjadi otak sindikat uang palsu (Arya).
Editor: Andi Ahmad Effendy
=================