JAKARTA- Presiden Prabowo Subianto sebelumnya menggelar rapat terbatas (ratas) bersama sejumlah menteri di kediamannya di Desa Bojongkoneng, Hambalang, Bogor, Jawa Barat, pada Senin siang, 9 Juni 2025.
Namun, hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari Istana atau kementerian terkait mengenai agenda rapat tersebut.
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama (Biro KLIK), Sunindyo Suryo Herdadi, saat dikonfirmasi, mengaku belum mengetahui adanya rapat tersebut.
“Saya belum tahu informasi itu,” ujarnya pada Senin, dikutip tempo Minggu (8/6/2025).
Meskipun demikian, informasi mengenai ratas tersebut dibenarkan oleh Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek), Togar M. Simatupang
Ia menyebutkan bahwa Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Brian Yuliarto, dijadwalkan hadir dalam rapat bersama Presiden Prabowo. “Bapak akan ikut ratas,” kata Togar saat dihubungi, Senin, 9 Juni 2025.
Namun, Togar menegaskan bahwa rapat yang diikuti Brian dilakukan secara terpisah dari pertemuan yang dihadiri oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia, Menteri Investasi Raja Juli Antoni, dan Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri.
“Ratas yang dihadiri menteri berbeda. Bukan soal tambang,” jelasnya.
dalam investigasi Tempo, sejumlah pejabat dikonfirmasi isi rapat, termasuk Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi, dan Sekretaris Kabinet Mayor Teddy Indra Wijaya.
Namun, hingga saat ini, tidak ada satu pun dari mereka yang memberikan tanggapan. Juru Bicara Kementerian ESDM, Dwi Anggia, juga memilih bungkam.
Kondisi ini menimbulkan tanda tanya besar di tengah sorotan publik terhadap isu pertambangan nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya.
BACA JUGA:
Bill Gates Temui Prabowo di Jakarta, Apresiasi Program Makan Bergizi Gratis
Ini Tanggapan Prabowo Soal Polemik Tambang Nikel Raja Ampat
Isu ini memanas setelah Greenpeace Indonesia merilis laporan investigatif terkait aktivitas tambang nikel yang dilakukan di tiga pulau kecil: Pulau Gag, Kawe, dan Manuran.
Greenpeace menegaskan bahwa wilayah tersebut termasuk dalam kategori pulau kecil yang dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Undang-undang tersebut secara eksplisit melarang adanya kegiatan pertambangan di wilayah seperti itu.
Dalam analisisnya, Greenpeace mencatat bahwa aktivitas tambang di ketiga pulau tersebut telah menyebabkan kerusakan lebih dari 500 hektare hutan dan vegetasi alami.
Selain itu, dokumentasi lapangan menunjukkan limpasan tanah ke pesisir yang menyebabkan sedimentasi, mengancam terumbu karang, dan ekosistem laut di kawasan Raja Ampat.
Kepala Kampanye Hutan Greenpeace Global untuk Indonesia, Kiki Taufik, menyampaikan kekhawatirannya jika tambang terus dibiarkan meluas di kawasan yang merupakan salah satu geopark global dan destinasi wisata bawah laut terpopuler di dunia.
“Sekitar 75 persen terumbu karang terbaik dunia berada di Raja Ampat, dan sekarang mulai dirusak,” ujar Kiki pada Selasa, 3 Juni 2025.
Ia menambahkan bahwa dampak buruk industri nikel telah terlihat di daerah lain seperti Halmahera, Wawonii, dan Kabaena. “Kalau ini terus dibiarkan, Raja Ampat bisa mengalami nasib yang sama,” tambahnya.
Sementara itu, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia sebelumnya menyatakan bahwa lokasi tambang PT GAG Nikel di Pulau Gag tidak berada di dalam kawasan konservasi. I
a menegaskan bahwa tambang terletak sekitar 30 hingga 40 kilometer dari Pulau Piaynemo, salah satu ikon pariwisata Raja Ampat.
“Banyak yang bilang tambang ada di Piaynemo, itu keliru. Tambangnya di Pulau Gag, cukup jauh dari sana. Saya tahu karena saya sering ke Raja Ampat,” katanya dalam keterangan tertulis, Jumat, 6 Juni 2025.
Namun, pernyataan itu dibantah oleh sejumlah kalangan, termasuk pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas, Padang, Feri Amsari, yang menilai bahwa pemberian izin tambang tetap bertentangan dengan undang-undang dan putusan Mahkamah Konstitusi, meskipun lokasi tidak berada di zona konservasi.
Situasi ini memunculkan spekulasi publik tentang keterkaitan rapat-rapat tertutup di Hambalang dengan kontroversi tambang nikel di Raja Ampat. Sayangnya, hingga kini, para menteri dan pejabat tinggi negara memilih bungkam.
Mustafa Enrizal