Kemenag Jeneponto Tegaskan: Rangkap Jabatan di Yayasan Pendidikan Tidak Dibenarkan

Kemenag Jeneponto Tegaskan: Rangkap Jabatan di Yayasan Pendidikan Tidak Dibenarkan
Syarifuddin, S.Pd.I., M.Pd. saat dikonfirmasi terkait dugaan rangkap jabatan sebagai Kepala Madrasah dan Ketua Yayasan di Jeneponto, Senin (2/6/2025) (Foto: Redaksi).

JENEPONTO – Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Jeneponto menegaskan bahwa rangkap jabatan dalam struktur yayasan pendidikan tidak diperbolehkan.

Pernyataan ini muncul menyusul adanya dugaan pelanggaran oleh Kepala Madrasah Ibtidaiyah Swasta (MIS) Hasri Agangje’ne di Kecamatan Binamu, yang diketahui juga menjabat sebagai Ketua Yayasan dalam lembaga yang sama.

Praktik ini dianggap melanggar Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, yang menekankan pentingnya pemisahan peran dalam kepengurusan yayasan demi mencegah konflik kepentingan dan penyalahgunaan kekuasaan.

“Kami dari Kemenag sudah sering kali memberikan himbauan kepada pihak yayasan agar tidak terjadi rangkap jabatan, karena hal tersebut secara tegas dilarang oleh aturan yang berlaku,” ujar Hj. Rahmawaty, Kepala Seksi Pendidikan Madrasah (Penmad) Kemenag Jeneponto, saat dikonfirmasi, Senin (2/6/2025).

Kasus ini mencuat setelah Lembaga Elang Hitam Nusantara Republik Indonesia (ELHAN RI) membeberkan kepada sejumlah awak media saat kunjungan investigatif ke MIS Hasri Agangje’ne yang beralamat di Jln. Sungai Kelara, Kelurahan Empoang, Kecamatan Binamu.

Dalam wawancara langsung, Kepala Madrasah H. Syarifuddin, S.Pd.I., M.Pd. mengakui bahwa dirinya memang merangkap jabatan sebagai Ketua Yayasan.

“Sejak awal berdirinya yayasan ini, saya menjabat sebagai Kepala Madrasah, sementara ketua yayasan sebelumnya adalah orang tua almarhum. Setelah beliau wafat, jabatan itu beralih kepada saya. Jadi sekarang saya menjabat dua posisi sekaligus,” ungkap H. Syarifuddin.

Ia menyadari bahwa kondisi ini melanggar aturan yang berlaku. Namun, menurutnya, proses peralihan jabatan Ketua Yayasan sangat rumit secara administratif dan membutuhkan biaya.

“Saya menyadari hal ini memang melanggar ketentuan, dan saya punya niat untuk melakukan peralihan jabatan ketua yayasan. Tapi prosedurnya cukup sulit dan perlu waktu serta pendanaan,” tambahnya.

Menanggapi hal tersebut, Hj. Rahmawaty menegaskan bahwa Kemenag hanya dapat memberikan himbauan dan tidak memiliki kewenangan untuk mencampuri urusan internal yayasan, termasuk pengangkatan atau pemberhentian pengurus.

“Kami hanya memberikan arahan dan edukasi. Untuk pengangkatan pengurus yayasan, itu bukan domain Kemenag karena yayasan adalah entitas yang berdiri sendiri secara hukum,” jelasnya.

Namun demikian, ia mengingatkan bahwa meskipun bukan ranah Kemenag, aturan hukum tetap harus ditegakkan, dan yayasan harus tunduk pada UU Yayasan yang mengatur secara eksplisit larangan rangkap jabatan antara organ pembina, pengurus, dan pengawas.

BACA JUGA:

Kantor Desa Bontosunggu Tutup Saat Pelayanan, Pemkab Jeneponto Janji Evaluasi Kinerja

Wali Kota Makassar Tegaskan Pancasila Jadi Napas Bersama Menuju Indonesia Emas 2045

Ketua DPD Elang Hitam Nusantara Republik Indonesia (ELHAN RI) Jeneponto, Ramil Sain, menyampaikan bahwa temuan ini menunjukkan adanya kelemahan dalam tata kelola yayasan pendidikan di daerah.

“Kami mendesak pihak-pihak terkait, termasuk notaris pembina yayasan dan pembina madrasah, agar serius menangani persoalan ini. Jangan sampai praktik seperti ini terus terjadi dan menjadi kebiasaan yang melanggar hukum,” ujar Ramil.

Ia juga menambahkan bahwa praktik rangkap jabatan berpotensi menimbulkan konflik kepentingan dan merugikan proses pendidikan itu sendiri, karena kontrol internal menjadi lemah.

Kasus di MIS Hasri Agangje’ne bukanlah satu-satunya yang terjadi di wilayah Jeneponto. Sejumlah yayasan lain juga disebut-sebut melakukan praktik serupa, dengan alasan efisiensi atau keterbatasan sumber daya manusia. Namun, alasan tersebut tidak bisa dijadikan pembenaran untuk mengabaikan ketentuan undang-undang.

Sejumlah pengamat pendidikan menyarankan agar dilakukan audit kelembagaan terhadap yayasan-yayasan yang mengelola lembaga pendidikan, terutama yang menerima dana BOS dan memiliki keterkaitan administratif dengan Kementerian Agama.

Hingga berita ini diterbitkan, Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Jeneponto belum memberikan pernyataan resmi terkait dugaan pelanggaran tersebut. Awak media telah mencoba menghubungi via telepon dan pesan singkat, namun belum mendapat tanggapan.

Rangkap jabatan dalam yayasan pendidikan bukan hanya persoalan administratif, tetapi menyangkut integritas tata kelola dan keberlangsungan mutu pendidikan.

Dengan semakin banyaknya laporan masyarakat dan pengawasan sipil, diharapkan aturan hukum tidak hanya menjadi formalitas, tetapi benar-benar ditegakkan demi kebaikan pendidikan di tingkat daerah (*).

@tim-Redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *