MAKASSAR — Penanganan laporan dugaan pelanggaran oleh seorang oknum anggota Brimob Polda Sulsel dinilai lamban oleh pedagang korban pembongkaran paksa lapak di Pasar Senggol, Kecamatan Mariso, Kota Makassar.
Laporan resmi telah disampaikan ke Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Sulsel sejak 23 Mei 2025, namun hingga kini belum menunjukkan perkembangan berarti.
Hal itu disampaikan langsung oleh korban, Syarifuddin, pemilik lapak yang dibongkar secara sepihak.
“Sudah kami laporkan resmi, lengkap dengan bukti, tapi belum ada tindak lanjut. Kami ini pedagang kecil, masa harus menunggu lama untuk mendapatkan keadilan?” ujarnya kepada wartawan, Jumat (30/5).
Laporan tersebut tercatat dalam Surat Penerimaan Surat Pengaduan Propam dengan nomor: SPSP2/100/IV/2025/SUBBAGYANDUAN.
Dalam berkas tersebut, Syarifuddin melampirkan bukti berupa rekaman suara dan dokumen tertulis, serta surat pengaduan yang ditujukan langsung ke Kabid Propam Polda Sulsel.
Syarifuddin menegaskan bahwa persoalan ini bukan sengketa lahan, melainkan dugaan pelanggaran prosedur yang dilakukan oleh oknum Brimob atas nama Bripda HL.
Lapaknya disebut dibongkar tanpa pemberitahuan resmi maupun koordinasi dengan pengelola pasar, kelurahan, atau kecamatan.
“Ini bukan sekadar pembongkaran, tapi bentuk penyalahgunaan wewenang oleh oknum aparat penegak hukum,” tegasnya.
BACA JUGA:
Aktivis Antikorupsi Soroti Jalan Rabat Beton di Desa Bontosunggu Jeneponto, Diduga Rugikan Negara
Polres Maros Tangkap 7 Pelaku Geng Motor Penyerang Pengendara dengan Busur Panah
Pembongkaran diketahui terjadi beberapa saat setelah Kasi Trantib Kecamatan Mariso dan Lurah Tamarunang meninggalkan lokasi.
Syarifuddin mengaku saat kejadian dirinya tidak berada di tempat, dan tak ada surat pemberitahuan resmi diterima sebelumnya.
Lebih lanjut, dalam rekaman suara yang dilampirkan sebagai bukti, terdengar dugaan intervensi terhadap kepala pasar agar menghapus nama pedagang dari daftar resmi pasar.
Hal ini memperkuat dugaan adanya pelanggaran etika dan prosedur oleh oknum aparat.
Sementara itu, Kepala Pasar Senggol membenarkan bahwa pihaknya tidak mengetahui rencana pembongkaran tersebut.
“Kami baru tahu keesokan harinya dari laporan warga. Tidak ada surat tembusan dari kelurahan,” ujarnya.
Para pedagang kini berharap agar Propam Polda Sulsel segera mengambil langkah tegas terhadap laporan ini.
Mereka menuntut proses hukum yang transparan dan adil, agar kasus serupa tidak terulang dan rasa aman berdagang dapat kembali dirasakan.
“Kalau tidak ditindak sekarang, bisa saja besok ada lagi yang digusur seenaknya,” tutup Syarifuddin.
Sementara itu, Organisasi Masyarakat Barisan Masyarakat Pemerhati Indonesia (BMPI) Sulawesi Selatan menyatakan sikap tegas dalam mendampingi dan memperjuangkan keadilan bagi pedagang kecil yang menjadi korban dugaan arogansi oknum aparat.
Ketua BMPI Sulsel, Daeng Ullu, langsung turun mendampingi Syarifuddin, pemilik los di Pasar Senggol Makassar, dalam melaporkan pembongkaran paksa lapaknya ke Propam Polda Sulsel.
“Yang kami lawan adalah sikap semena-mena, bukan institusi. Kami cinta Polri, tapi tidak akan diam ketika ada oknum yang mencoreng wibawa institusi,” ujar Daeng Ullu.
BMPI Sulsel menilai tindakan oknum Brimob yang membongkar los milik warga tanpa koordinasi dengan pemerintah setempat merupakan bentuk penyalahgunaan wewenang yang tidak boleh ditoleransi.
Lanjutnya ia mengatakan, menurut informasi yang diterima, oknum tersebut menyewa orang untuk membongkar los tanpa seizin Camat maupun Kepala Pasar. Ini menunjukkan arogansi dan tindakan yang melanggar etika aparat.
“Kami mendesak agar proses hukum berjalan transparan dan objektif. Kalau perlu, kami ajak duduk bersama dengan BPN Makassar agar status lahan ini diperjelas, biar semua terbuka. Jangan sampai hanya karena satu titik noda, merusak kepercayaan masyarakat terhadap kepolisian,” tambahnya.
BMPI Sulsel berkomitmen untuk terus mengawal kasus ini hingga tuntas. Mereka menegaskan bahwa keberpihakan kepada rakyat kecil adalah bagian dari tanggung jawab sosial ormas yang menjunjung tinggi keadilan dan supremasi hukum (*).
Redaksi