LUWU UTARA, BERITAKOTAONLINE.ID – Kalobong (60), seorang janda miskin yang tinggal di Dusun Rante Bone, Desa Buangin, Kecamatan Sabbang Selatan, Kabupaten Luwu Utara, hidup bersama lima anaknya dalam kondisi yang sangat memprihatinkan.
Ia menempati sebuah gubuk reot yang tidak layak huni, berdinding tambalan baliho bekas dan beratap terpal lusuh, tanpa alas lantai yang layak.
Selama bertahun-tahun, Kalobong dan anak-anaknya bertahan dalam keterbatasan tanpa pernah mendapatkan bantuan dari pemerintah, baik dalam bentuk bantuan sosial reguler maupun program bedah rumah.
Kondisi ini memicu perhatian berbagai pihak, terutama dari kalangan Gereja Katolik di wilayah tersebut.
Pastor Paroki Siti Maryam Saluampak, Mathias Tobias Farneubun, MSC, menyoroti situasi Kalobong sebagai bentuk nyata dari penderitaan kaum marginal yang kerap terabaikan.
“Dalam Alkitab, janda adalah simbol kaum kecil yang tak berdaya. Maka Gereja wajib menjadi suara bagi mereka. Gereja hadir bukan hanya untuk orang yang kuat, tetapi bagi mereka yang tak terdengar suaranya,” tegas Pastor Mathias, Rabu (28/5/2025).
Ia mengaitkan kehidupan Kalobong dengan ajaran Yesus Kristus yang memuliakan janda miskin yang memberi dua peser persembahan.
“Yesus memandang tinggi orang yang memberi dari kekurangannya, bukan dari kelimpahannya. Di mata Yesus, mereka yang miskin namun tetap berbagi, justru itulah persembahan sejati,” katanya.
BACA JUGA:
Miris! Janda 5 Anak di Luwu Utara Tidur di Gubuk Beralas Tanah, Belum Tersentuh Bantuan Pemerintah
Oligarki dan Politik Uang Dinilai Runtuhkan Demokrasi Indonesia
Gereja, menurut Pastor Mathias, tidak hanya menjalankan misi spiritual tetapi juga misi sosial. Ketika negara tidak hadir secara adil, Gereja dipanggil untuk menjadi terang dan penghibur.
Ia menekankan bahwa Kristus hadir di tengah kemiskinan, dan warta Injil tidak boleh berhenti di altar, melainkan menjangkau mereka yang tidur di tanah, di bawah atap bocor, seperti Kalobong dan anak-anaknya.
Pemerhati sosial Yustus Bunga juga menyampaikan kritik terhadap lambannya respon pemerintah terhadap masyarakat miskin di pedalaman.
Ia mengatakan bahwa kemiskinan di daerah seperti Sabbang Selatan bukan semata karena malas bekerja, melainkan karena tidak tersentuh layanan dasar negara.
“Mereka menggantungkan hidup dari kebun dan hasil bumi, tetapi infrastruktur, akses, dan bantuan tak pernah menyapa,” ujarnya.
Menurut Yustus, Gereja menjadi harapan karena terus menghidupi semangat solidaritas.
“Iman tidak hanya tentang doa, tapi aksi. Yesus sendiri berkata, ‘Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku untuk menyampaikan kabar baik kepada orang miskin’ (Luk 4:18). Maka Gereja wajib melanjutkan misi itu,” tegasnya.
Hingga saat ini, belum ada keterangan resmi dari Pemerintah Kabupaten Luwu Utara terkait kondisi Kalobong. Warga sekitar berharap adanya tindakan nyata agar keluarga tersebut mendapat kehidupan yang lebih layak (*).
Liputan: Megasari/Yustus
Editor : Arya R. Syah