MAKASSAR – Kasus dugaan penggelapan dana yang menjerat mantan karyawan PT Karya Migas Prima, Yusni Binti Nuntung, menuai sorotan publik.
Yusni mengaku mengalami tekanan psikologis dan verbal saat menjalani pemeriksaan di Polsek Tallo, Makassar, setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam Laporan Polisi Nomor: LP / 89 / IV / 2025 / SPKT / POLSEK TALLO / POLRESTABES MKSR / POLDA SUL-SEL, tertanggal 10 April 2025.
Yusni, yang bekerja di perusahaan tersebut sejak tahun 2013 hingga awal 2025, menolak tuduhan penggelapan dana perusahaan senilai lebih dari Rp1 miliar.
Ia mengungkapkan bahwa selama proses pemeriksaan pada 15 hingga 17 Mei 2025, dirinya tidak diperkenankan pulang dan menjalani interogasi intensif selama hampir 48 jam.
“Saya berada di Polsek selama dua hari penuh, dari tanggal 15 sampai 17 Mei. Saya diperiksa terus menerus dan tidak dipulangkan. Saya juga dipaksa mengakui perbuatan yang tidak saya lakukan,” ujar Yusni saat ditemui usai proses penahanan.
Lebih lanjut, Yusni menyebut bahwa tekanan agar ia mengakui tuduhan datang langsung dari Kanit Reskrim hingga Kapolsek Tallo.
Bahkan, ia diminta untuk menyanggupi pembayaran kerugian tanpa adanya proses pembuktian di pengadilan.
“Saya ditanya oleh Pak Kanit, kapan bisa bayar kerugiannya. Kapolsek juga sempat bertanya, ‘bisa bayar dalam satu minggu?’ Saya jawab tidak bisa, karena jumlahnya besar dan saya tidak merasa bersalah,” tambahnya.
Audit Dilakukan Setelah Pemecatan Tanpa Surat Resmi
Yusni juga menyoroti ketidakwajaran proses hukum yang menjeratnya.
Ia mengaku diberhentikan dari pekerjaannya di PT Karya Migas Prima tanpa adanya surat pemecatan resmi.
Tak lama setelah itu, kata dia, audit internal perusahaan dilakukan dan dijadikan dasar laporan ke polisi.
“Selama lebih dari 10 tahun saya bekerja, tidak pernah ada audit rutin. Tapi setelah saya diberhentikan tiba-tiba, audit dilakukan dan saya langsung dilaporkan ke polisi,” jelasnya.
BACA JUGA:
Anggota Polsek Mamajang Makassar, Dijatuhi PTDH, Diduga Pemeriksaan Syarat Konspirasi
Kadisdik Pangkep Kritik Sekdis Tanggapi Bimtek Kepsek tapi Kerja Tak Becus
Sementara itu, pihak keluarga korban menilai adanya dugaan pelanggaran hukum atas penahanan terhadap Yusni.
Pihak keluarga menyebut penahanan Yusni dilakukan sebelum adanya surat resmi penahanan yang dikeluarkan pada 17 Mei 2025.
“Artinya, selama dua hari penuh ia diperiksa secara intensif tanpa dasar hukum yang sah,’ ungkatnya
Dugaan Pelanggaran HAM dan Prosedur
Pihak keluarga korban mengatakan, kasus ini memunculkan dugaan pelanggaran hak asasi manusia dan penyalahgunaan kewenangan oleh aparat penegak hukum.
Menurutnya, setidaknya terdapat tiga indikasi pelanggaran yang menjadi sorotan:
- Pemeriksaan intensif selama 48 jam tanpa surat penahanan yang sah.
- Tekanan verbal dan psikologis agar mengakui perbuatan tanpa melalui proses pembuktian di pengadilan.
- Pemutusan hubungan kerja tanpa surat resmi, yang diduga sebagai upaya untuk memperlemah posisi hukum korban.
Keluarga Tempuh Jalur Hukum
Merespons tekanan dan ketidakwajaran prosedur tersebut, pihak keluarga Yusni menyatakan akan melaporkan kasus ini ke Divisi Propam Polda Sulsel dan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas).
Menurutnya hal itu bertujuan untuk mendapatkan keadilan serta memastikan adanya akuntabilitas dari aparat yang terlibat.
“Kami merasa ada yang tidak beres dalam penanganan kasus ini. Yusni diperlakukan seolah sudah bersalah sejak awal. Kami akan ajukan laporan ke Propam dan Kompolnas,” pungkas perwakilan keluarga.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak Polsek Tallo maupun manajemen PT Karya Migas Prima terkait tuduhan pelanggaran prosedur dan dugaan pelanggaran HAM terhadap Yusni (*).
Redaksi
======================