MAKASSAR – Puluhan kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang tergabung dalam Gerakan Bonto Lempangan 39 atau Botlem 39 menggelar aksi demonstrasi di depan Gedung DPRD Provinsi Sulawesi Selatan, Jumat, 9 Mei 2025.
Aksi ini merupakan respons terhadap insiden pembubaran paksa kegiatan Lapak Baca yang digelar HMI Cabang Makassar pada peringatan Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei 2025 lalu.
Dalam orasinya, para demonstran menyatakan bahwa tindakan aparat kepolisian yang membubarkan kegiatan intelektual tersebut telah mencederai prinsip kebebasan berekspresi dan berpendapat yang dijamin oleh konstitusi.
Mereka menilai peristiwa itu bukan sekadar pembubaran biasa, melainkan bentuk nyata dari penyempitan ruang demokrasi di tengah masyarakat.
Puncak tuntutan massa aksi adalah permintaan kepada DPRD Provinsi Sulsel untuk segera merekomendasikan pencopotan Kapolrestabes Makassar kepada Komisi III DPR RI.
Dalam pernyataan sikapnya, HMI dan Botlem 39 menyebut bahwa tindakan represif aparat merupakan bentuk penyalahgunaan kewenangan yang tidak sejalan dengan semangat reformasi institusi kepolisian.
“Kami minta DPRD Sulsel bersikap tegas. Kapolrestabes Makassar harus dicopot. Ini bukan soal siapa, ini soal bagaimana ruang-ruang kebebasan sipil kita semakin sempit,” ujar salah satu orator dari Botlem 39 dalam orasinya.
Mereka juga membawa sejumlah poster dan spanduk yang bertuliskan “Harga Mati Copot Kapolrestabes”, “Buku Lawan Peluru”, dan “Demokrasi Bukan Kriminal”.
Dalam dokumen yang diserahkan ke DPRD, HMI menyampaikan kronologi insiden pembubaran Lapak Baca.
Mereka menuding aparat menggunakan pendekatan intimidatif, merampas telepon genggam milik peserta aksi tanpa prosedur hukum yang jelas, dan mengeluarkan ucapan bernada ancaman.
“Insiden ini bukan hanya melukai semangat literasi, tapi juga mencoreng wajah institusi kepolisian. Mahasiswa tidak bisa dibiarkan terus-menerus ditekan seperti ini,” tegas salah satu juru bicara aksi.
BACA JUGA:
Demo HMI Desak Kapolda Sulsel Copot Kapolrestabes Makassar dan Kapolres Palopo
Lebih lanjut, mereka mengutip Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam Penyelenggaraan Tugas Polri, yang menyebut bahwa anggota kepolisian wajib menghormati dan melindungi hak asasi manusia dalam setiap tindakan.
Wakil Ketua DPRD Sulsel, Sufriadi Arif, yang menerima langsung massa aksi, menyatakan bahwa pihaknya akan segera menindaklanjuti tuntutan tersebut.
“Kami menerima aspirasi ini dan akan menyampaikannya ke tingkat pusat sesuai dengan kewenangan kami. Prinsip kebebasan berekspresi dan berkumpul secara damai adalah hak konstitusional warga negara,” kata Sufriadi di hadapan demonstran.
Ia juga menambahkan bahwa DPRD tidak akan tinggal diam jika ditemukan pelanggaran terhadap prinsip demokrasi dan hak asasi manusia.
Aksi ini berlangsung tertib dengan pengawalan ketat dari aparat keamanan.
Para peserta menutup aksinya dengan membacakan pernyataan sikap resmi dan menyatakan bahwa perjuangan mereka tidak akan berhenti sampai ada tanggung jawab dari pihak kepolisian.
“Kami akan terus bergerak. Ini bukan sekadar soal Lapak Baca, ini soal keberlangsungan demokrasi dan kebebasan intelektual di negeri ini,” pungkas juru bicara Botlem 39.
Pasca aksi, dukungan terhadap HMI dan Botlem 39 terus mengalir di media sosial. Tagar seperti #CopotKapolrestabes, #SaveLapakBaca, dan #Botlem39Bergerak sempat menjadi perbincangan hangat di kalangan mahasiswa, aktivis, dan pengamat sosial.
Peristiwa ini membuka kembali diskusi publik tentang perlunya reformasi kultural di tubuh kepolisian, khususnya terkait pendekatan terhadap kegiatan sipil yang damai dan sah secara hukum (*).
Jufri/Restu| Editor: Arya R. Syah