MAKASSAR, BERITAKOTAONLINE.ID — Kisruh dalam aktivitas bisnis kuliner di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Makassar kembali memanas dan diduga berpotensi berakhir ke meja hijau.
Pernyataan tersebut diungkapkan Wawan Nur Rewa dalam jumpa pers di Gowa, Senin (5/5/2025).
Ia menjelaskan bahwa potensi sengketa ini berujung ke meja hijau didasarkan pada sejumlah faktor.
Faktor pertama, baik somasi pertama maupun kedua yang telah dikirimkan tidak mendapat tanggapan dari pihak Lapas maupun Kanwil Kemenkumham Sulsel.
Faktor kedua, adanya dugaan kuat penyalahgunaan wewenang oleh oknum petugas lapas berinisial RMS dalam pengelolaan bisnis kuliner.
Dan faktor ketiga, kliennya, Saliah, mengalami kerugian materiel maupun immateriel akibat praktik bisnis yang dinilai tidak transparan dan melanggar etika institusi.
Lebih lanjut, Wawan menegaskan bahwa jika tidak ada itikad baik atau forum mediasi yang difasilitasi secara terbuka, maka pihaknya siap menempuh jalur hukum sebagai bentuk perlindungan hak warga negara.
“Kami sudah memberikan kesempatan selama satu minggu penuh sejak somasi pertama dikirim. Namun sampai detik ini, belum ada itikad baik, apalagi komunikasi atau koordinasi dari pihak Lapas, Kanwil, ataupun dari terduga pelaku. Hal ini sangat kami sesalkan, karena menunjukkan ketidakseriusan dalam menangani laporan masyarakat,” ujar Wawan dengan nada tegas.
Hal ini menyusul dugaan keterlibatan seorang oknum pegawai Lapas berinisial RMS, yang diduga menyalahgunakan wewenangnya dalam pengelolaan usaha kuliner yang melibatkan pihak luar.
Ia menyebut bahwa dugaan konflik kepentingan dan penyalahgunaan wewenang menjadi dasar dari kisruh ini.
Dugaan Konflik Kepentingan
Menurut penelusuran tim hukum Saliah, bisnis kuliner yang beroperasi di dalam area Lapas Makassar diduga tidak sepenuhnya dikelola sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Ada indikasi bahwa RMS memfasilitasi aktivitas usaha tersebut dengan memanfaatkan jabatannya, sehingga menimbulkan ketidakadilan bagi pihak-pihak lain yang seharusnya memiliki kesempatan yang sama dalam kerja sama atau kemitraan dengan lembaga pemasyarakatan.
“Kami memiliki bukti-bukti pendukung, mulai dari dokumen, komunikasi internal, hingga kesaksian yang menunjukkan bahwa pengelolaan usaha tersebut tidak sesuai dengan prinsip keterbukaan, bahkan merugikan klien kami yang sebelumnya menjadi mitra resmi dalam kerja sama tersebut,” jelas Wawan.
Somasi dan Dorongan Mediasi Terbuka
“Wawan Nur Rewa menegaskan bahwa somasi pertama telah dilayangkan pada 28 April 2025, dan saat ini pihaknya kembali mengirimkan somasi kedua secara terbuka, tertanggal 5 Mei 2025
Dalam surat tersebut, kuasa hukum Saliah memberikan tenggat waktu 3 x 24 jam kepada pihak Lapas dan Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Sulawesi Selatan untuk memberikan klarifikasi atau membuka ruang mediasi terbuka.
“Kami masih membuka ruang dialog, tapi jika permintaan kami terus diabaikan, maka jalur hukum adalah satu-satunya pilihan. Ini bukan sekadar soal ganti rugi, tapi soal keadilan dan transparansi dalam lembaga negara,” ujar Wawan tegas.
BACA JUGA:
Modal Bisnis Warung Ludes di Balik Jeruji: Pedagang Kecil Tagih Ganti Rugi ke Lapas Makassar
Dugaan Pelanggaran Berat, Kuasa Hukum Saliah Siap Bongkar Dugaan Skandal di Lapas Makassar
Sementara itu, Kabid Pelayanan, Keamanan, dan Kepatuhan Internal Kanwil Ditjenpas Sulsel, Herman Anwar menyebut telah memfasilitasi upaya mediasi, namun baik RMS maupun Saliah memilih menyerahkan sepenuhnya penanganan perkara kepada kuasa hukum masing-masing.
Ia juga menolak memberikan komentar lebih jauh terkait substansi somasi yang dilayangkan kuasa hukum Saliah, dengan alasan hal itu telah berada di ranah profesional masing-masing pengacara.
“Langsung saja ke pengacaranya,” ujar Herman singkat saat dimintai tanggapan oleh wartawan, Selasa (6/5).
Hingga berita ini diturunkan, pihak Lapas Kelas I Makassar belum memberikan tanggapan resmi.
Ketidakhadiran pernyataan dari pihak-pihak terkait memperkuat kekhawatiran publik bahwa ada pembiaran terhadap praktik bisnis yang tidak akuntabel di dalam institusi yang seharusnya steril dari kepentingan pribadi.
Dukungan Masyarakat Sipil
Kisruh ini pun menarik perhatian masyarakat sipil, termasuk organisasi bantuan hukum dan pengamat kebijakan publik.
Mereka menyayangkan kurangnya transparansi dalam pengelolaan aktivitas ekonomi di lingkungan pemasyarakatan.
“Lapas seharusnya menjadi tempat rehabilitasi dan pembinaan, bukan ladang bisnis yang tidak diawasi. Jika benar ada oknum yang bermain di dalam, maka ini harus dibuka ke publik,” ujar seorang aktivis hukum yang enggan disebutkan namanya.
Potensi Dampak Hukum dan Reputasi
Jika kasus ini benar-benar dibawa ke pengadilan, maka Lapas Makassar dan Kanwil Kemenkumham Sulawesi Selatan akan diuji integritasnya di hadapan hukum.
Kasus ini berpotensi membuka tabir lebih dalam terkait tata kelola internal, dan bisa menjadi preseden penting dalam penataan ulang aktivitas kemitraan atau kerja sama di lingkungan pemasyarakatan.
Kuasa hukum Saliah berharap agar langkah mereka tidak hanya menjadi bentuk pembelaan terhadap individu yang dirugikan, tetapi juga menjadi sinyal bagi institusi publik untuk tidak menutup mata terhadap penyimpangan di dalam sistem mereka sendiri (*).
Redaksi
=======================