Bukti Lengkap Terungkap: Modus Oknum Pegawai Lapas Makassar Diduga Rugikan Penjual Makanan hingga Puluhan Juta

Bukti Lengkap Terungkap: Modus Oknum Pegawai Lapas Makassar Diduga Rugikan Penjual Makanan hingga Puluhan Juta
Kuasa hukum Wawan Nur Rewa ungkap beberapa bukti oknum pegawai lapas merugikan kliennya saat menggelar jumpa pers terkait dugaan penyimpangan di Lapas Makassar, berlangsung di Warkop Makassar, Senin (28/4/2025) (Foto: Jufri).

MAKASSAR – Dugaan praktik kotor di dalam Lapas Kelas I Makassar akhirnya mencuat ke permukaan.

Kuasa hukum korban, Wawan Nur Rewa, secara tegas mengungkapkan bahwa pihaknya mengantongi bukti lengkap terkait kerugian besar yang dialami kliennya, Saliah (40), akibat ulah seorang oknum pegawai lapas berinisial RMS.

Dalam konferensi pers yang digelar di salah satu warkop di Makassar, Senin (28/4/2025), Wawan mengungkapkan kronologi bagaimana Saliah, seorang pengusaha makanan, diarahkan untuk membuka usaha di area dalam lapas.

Tanpa disadari, usahanya tersebut malah menjadi sumber kerugian besar, mencapai Rp80 juta hingga Rp90 juta.

“Semua bukti yang kami kantongi, mulai dari transaksi keuangan hingga percakapan dengan pihak narapidana, sudah lengkap dan siap diuji di hadapan aparat penegak hukum. Kami tidak berbicara asumsi, kami berbicara berdasarkan fakta yang tidak bisa dibantah,” tegas Wawan Nur Rewa.

Wawan menjelaskan bahwa awalnya, RMS mengarahkan Saliah untuk membuka lapak makanan yang melayani narapidana dan petugas lapas.

Semua transaksi pembelian makanan dikelola penuh oleh RMS. Namun dalam praktiknya, pembayaran atas penjualan makanan tersebut tidak pernah sampai ke tangan kliennya.

“Pembayaran dilakukan melalui RMS. Tapi hasilnya tidak pernah diserahkan. Klien kami hanya mengandalkan pembelian tunai kecil, sementara transaksi besar yang dijanjikan malah tidak pernah terealisasi,” beber Wawan.

Berdasarkan data yang diperoleh, seluruh modal usaha berasal dari kantong pribadi Saliah tanpa ada bantuan dari pihak lapas.

Mirisnya, janji bagi hasil yang semestinya dibayarkan tiap tiga bulan sekali juga tidak pernah dipenuhi.

Sebagai bentuk keseriusan, Wawan menyatakan pihaknya telah mengumpulkan sejumlah bukti kuat, mulai dari print out transaksi, tangkapan layar percakapan, hingga bukti aliran uang.

“Kami siapkan semuanya. Ini bukan hanya untuk mencari keadilan bagi klien kami, tetapi untuk membongkar sistem yang selama ini menutup mata terhadap praktek-praktek ilegal di dalam lapas,” jelasnya.

Dari bukti-bukti tersebut, Wawan menduga adanya pembiaran dari pihak lapas terhadap praktik penggunaan handphone secara bebas oleh narapidana untuk transaksi ilegal.

BACA JUGA:

Modal Bisnis Warung Ludes di Balik Jeruji: Pedagang Kecil Tagih Ganti Rugi ke Lapas Makassar

Tiga Bulan Kerjasama Usaha Warung Makan di Lapas Makassar, Saliah Tidak Pernah Menerima Bagi Hasilnya

Tak hanya menyasar RMS, Wawan juga menyoroti lemahnya fungsi pengawasan di Lapas Kelas I Makassar.

Ia mempertanyakan, bagaimana mungkin aktivitas ilegal seperti ini bisa berlangsung tanpa terdeteksi oleh pejabat lapas ataupun Kanwil Kemenkumham Sulawesi Selatan.

“Seharusnya lapas menjadi tempat pembinaan, bukan malah dijadikan lahan basah untuk meraup keuntungan pribadi. Ini bukan hanya pelanggaran etik, tapi sudah mengarah pada bentuk pengkhianatan terhadap tugas negara,” tegasnya.

Menurut Wawan, jika praktik ini dibiarkan, akan merusak kepercayaan publik terhadap lembaga pemasyarakatan sebagai tempat rehabilitasi narapidana.

Atas kerugian yang dialami, Wawan mengirimkan somasi terbuka kepada pihak Lapas Kelas I Makassar.

Ia menuntut adanya penyelesaian secara hukum dan ganti rugi kepada kliennya. Selain itu, ia juga mendesak Presiden Republik Indonesia dan Menteri Hukum dan HAM agar turun tangan membenahi sistem pengawasan di lapas, khususnya di Sulawesi Selatan.

“Kami minta tidak hanya diberikan sanksi administratif terhadap oknum, tetapi diproses pidana sesuai hukum yang berlaku. Kasus ini harus menjadi pintu masuk untuk bersih-bersih di tubuh lapas,” pungkas Wawan.

Saliah, di hadapan awak media, menguatkan keterangan kuasa hukumnya. Ia menceritakan bahwa seluruh pembayaran yang dilakukan narapidana lewat sistem transfer tidak pernah ia terima.

“Yang dibayar tunai memang saya terima, tapi jumlahnya kecil. Sebagian besar pembayaran lewat transfer dikendalikan RMS. Sampai hari ini, saya tidak pernah menerima hasilnya,” ujar Saliah.

Menurutnya, alih-alih mendapat keuntungan, ia justru menanggung kerugian besar dari modal usaha yang telah ia keluarkan.

Kasus ini membuka mata publik tentang pentingnya reformasi di dalam sistem lembaga pemasyarakatan.

Wawan Nur Rewa menegaskan, pihaknya akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas, tidak hanya untuk mendapatkan keadilan bagi kliennya, tetapi juga demi membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap institusi negara.

“Jika bukti-bukti sudah ada, tidak ada alasan untuk tidak memproses para pelaku. Kita tunggu ketegasan aparat penegak hukum,” tutup Wawan (*).

(Redaksi)

==========================

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *