MAKASSAR – Sidang perkara dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan tokoh masyarakat sekaligus calon kepala daerah, Haji Abustam, kembali digelar di Pengadilan Negeri Makassar, Kamis, 24 April 2025.
Dalam sidang tersebut, terdakwa memberikan pembelaan tegas dan menyampaikan fakta penting yang menggugah perhatian publik.
Dalam keterangannya di hadapan majelis hakim, Haji Bustam menyebut bahwa proyek pembangunan yang dipersoalkan dalam kasus ini sepenuhnya dibiayai dari dana pribadi, bukan dari anggaran negara.
Ia juga menegaskan bahwa dirinya bukan Pegawai Negeri Sipil (PNS), sehingga tidak memiliki akses terhadap penggunaan dana negara.
“Saya bukan PNS, tidak pernah memakai uang negara. Proyek ini murni dari kantong pribadi saya, demi pembangunan kampung,” ujar Haji Bustam dengan nada emosional saat menyampaikan pembelaannya.
Proyek yang dipermasalahkan diketahui merupakan pembangunan infrastruktur di kawasan kampung asal Haji Abustam.
Dalam pernyataannya, ia mengungkap bahwa nilai proyek tersebut mencapai sekitar Rp6 miliar, dan telah dilaksanakan berdasarkan kerja sama resmi dengan pihak Pemerintah Daerah, yakni melalui penandatanganan perjanjian dengan Bupati setempat.
Menurut Haji Bustam, proyek tersebut telah berjalan selama 15 tahun dan bahkan diperpanjang masa kerjanya.
Namun, secara tiba-tiba proyek tersebut dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi karena disebut melampaui masa berlaku izin.
“Kami sudah resmikan proyek ini, bahkan sempat dilakukan perbaikan. Semua dilakukan dengan dokumentasi dan laporan jelas. Tapi sekarang tiba-tiba disebut korupsi,” paparnya dalam ruang sidang.
BACA JUGA:
Ada Apa Kasus Haji Bustam Diduga Direkayasa oleh Oknum Jaksa di Sulsel
Dalam sidang itu, Haji Abustam juga mengungkapkan kekecewaannya karena pihak-pihak yang terlibat dalam proyek, termasuk pejabat daerah yang menandatangani perjanjian kerja sama, belum pernah dimintai keterangan oleh aparat penegak hukum.
“Mengapa hanya saya yang diperiksa? Padahal semua dokumen ada tanda tangan pejabat. Saya merasa ini bukan lagi soal hukum, tapi ada kepentingan lain,” ujarnya, menyiratkan dugaan adanya kriminalisasi bermuatan politis terhadap dirinya.
Sebagai calon kepala daerah yang disebut-sebut memiliki elektabilitas tinggi di kawasan Sulsel, pernyataan Haji Abustam pun memantik spekulasi bahwa kasus ini bisa saja dimanfaatkan untuk menjegal langkah politiknya menuju kursi kepala daerah.
Haji Abustam menjelaskan bahwa dana yang digunakan bukan hanya untuk pembangunan fisik, tetapi juga untuk membayar gaji pegawai, listrik, keamanan, dan kegiatan sosial masyarakat sekitar. Ia menegaskan tidak ada keuntungan pribadi dalam proyek tersebut.
“Saya tidak pernah hitung untung. Tujuan saya hanya satu, bangun kampung. Saya rela habis-habisan karena saya peduli,” katanya.
Ia juga menyatakan siap menjalani proses hukum, namun meminta agar pengadilan dapat bekerja secara adil dan terbuka, tanpa intervensi kepentingan.
“Silakan hukum saya kalau salah, tapi berikan keadilan. Saya tidak mau menyusahkan negara,” tegasnya.
Dukungan Warga dan Tuntutan Transparansi
Sidang Haji Abustam menarik perhatian masyarakat. Sejumlah warga bahkan hadir untuk memberikan dukungan moral, menganggap beliau sebagai sosok yang telah banyak membantu kehidupan sosial di daerahnya.
“Kami tahu siapa Pak Haji. Dia bukan pencuri uang rakyat, justru dia bantu kami dari uang sendiri,” ujar salah satu warga usai sidang.
Kasus ini kini menjadi perhatian publik dan media, bukan hanya karena besarnya nilai proyek, tetapi juga karena dugaan kuat adanya permainan politik di balik penegakan hukum.
Sidang lanjutan dijadwalkan pekan depan, sementara masyarakat menantikan apakah hukum benar-benar akan ditegakkan dengan objektif (*).
Arman | Jufri