MAKASSAR, BERITA KOTA ONLINE– Dugaan kasus Penganiayaan dan perampasan anak melibatkan seorang pria berinisial R alias Fer kembali menjadi sorotan.
Seorang ibu bernama Tanty Rudjito (29), mengaku telah melaporkan kasus dugaan tindak pidana Undang-undang Perlindungan Anak sejak awal Maret 2024 ke Polrestabes Makassar
Adapun Nomor LP: 410/III/2024/ POLDA SULSEL/ RESTABES MKS, tanggal 3 Maret 2024, namun korban menyebut hingga kini penanganannya mandek tanpa kejelasan.
Tanty menceritakan kronologi kisah memilukan ini bermula sejak tahun 2020 ketika anak Tanty masih berusia delapan bulan.
Diceritakan, saat itu, R meminjam anak kandung Tanty dengan dalih untuk memancing istrinya agar bisa hamil.
Tanty, yang saat itu merupakan single parent usai berpisah dengan suaminya, mengaku tak memiliki maksud menyerahkan anaknya untuk diadopsi.
“Dia bilang cuma pinjam dua hari, katanya untuk menyemangati istrinya supaya bisa cepat hamil. Tapi setelah itu anak saya tak pernah dikembalikan,” tutur Tanty saat ditemui di awak media, Senin (22/4).
Namun yang mengejutkan, menurut pengakuan Tanty, saat ia mencoba meminta kembali anaknya, R diduga mempersulit proses tersebut.
BACA JUGA:
Polisi Gagalkan Peredaran 24 Kg Sabu di Palu, 3 Pelaku Ditangkap
Komnas Perempuan minta polisi tak ragu proses perampasan hak asuh anak
Tanty juga mengaku terkejut karena R diduga meminta ganti rugi ratusan juta yang disebut sebagai biaya membesarkan anak tersebut, ditambah ganti rugi puluhan juta yang diklaim sebagai kerugian akibat proses hukum.
“Saya diminta bayar 200 juta mengganti semua kerugian yang sudah dia habiskan membesarkan anak saya. Saya juga di minta membayar kerugian 50 juta yang dia keluarkan mengurus polisi selama ini,” kata Tanty.
“Saya justru yang disudutkan, diminta bayar ratusan juta padahal itu anak saya. Saya bukan menitipkan untuk diasuh, saya ditipu secara halus,” imbuhnya.
Tak berhenti sampai di situ. Tanty juga mengaku menjadi korban penganiayaan fisik oleh R yang dilakukan pada hari Jumat 26 Januari 2024 sekira pukul 15.3 WITA di Jalan Metro Tanjung Bunga (perum. Espana) Kecamatan Tamalate Makassar.
Ia melaporkan kejadian tersebut ke Polsek Tamalate dengan Nomor LP/B/46/I/2024/SPKT/POLSEK TAMALATE / POLRESTABES MAKASSAR / POLDA SULAWESI SELATAN tanggal 26 Januari 2024.
Kata dia, hasil visum yang dilakukan di RS Bhayangkara tertanggal 26 Januari 2024 memperkuat dugaan tersebut.
Namun ironisnya, lanjut Tanty mengatakan, meskipun Surat pemberitahuan perkembangan hasil penelitian Laporan (SP2PL A1) dengan nomor B/35/I/RES 1.6/2024/Reskrim, tanggal 26 Januari 2024 telah ia terima.
Dan Surat Perintah Penyidikan nomor Sp.Sidik/ 92.4 / RES 1.6/ 2024/ Reskrim tanggal 02 Oktober 2024 bahwa perkara dugaan tindak penganiayaan pasal 351 ayat 1 KUHPidana telah ditingkat ke penyidikan ditanda tangani kanitreskrim Abd Rahman pada 2 Oktober 2024.
BACA JUGA:
2 Oknum Polisi Diadukan ke Propam Polda Metro soal Hak Asuh Anak
Namun kata Tanty, kasus ini belum juga berujung pada penahanan pelaku secara permanen.
Meski demikian, Tanty mengatakan, R hanya ditahan selama sekitar seminggu lalu dilakukan penangguhan penahanan.
“Dia cuma ditahan seminggu lebih, lalu dilepas dengan alasan menyerahkan uang jaminan Rp10 juta. Padahal saya punya bukti visum dan laporan lengkap,” jelas Tanty.
Tanty mengaku tidak tinggal diam dalam memperjuangkan hak asuh anaknya.
Selama proses pengurusannya, ia menyimpan sejumlah bukti komunikasi dengan penyidik, mulai dari riwayat panggilan telepon hingga pesan WhatsApp yang dikirim berulang kali.
Dalam pesan-pesan itu, ia menanyakan perkembangan laporannya terkait dugaan perampasan anak.
Namun, menurutnya, upaya tersebut tidak membuahkan hasil. “Saya sudah hubungi berkali-kali tidak diangkat dan dichat tapi tidak ada kejelasan. Seolah-olah kasus ini dibiarkan begitu saja,” keluhnya.
“Alasannya penyidik saat itu bilang kalau visum itu keluar satu bulan setelah laporan dibuat, lalu penyidik beralasan lagi belum diproses karena libur pemilu, lama kemudian penyidik mengaku katanya lupa kasusnya,” ungkap Tanty, menyebut inisial penyidik berinisial FRL yang menangani perkara tersebut.
Tak pelak, kondisi ini memicu dugaan adanya kelalaian atau bahkan intervensi yang membuat kasus hukum tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Publik pun mempertanyakan mengapa seorang pelaku yang diduga melakukan penganiayaan dan merampas anak tidak segera diproses secara tuntas oleh aparat.
Lanjut Tanty menuturkan, bahwa laporan terbaru yang diajukan pada 3 Maret 2024 ke Polrestabes Makassar hingga kini belum menunjukkan perkembangan berarti.
Hingga kini, Tanty merasa perjuangannya sebagai seorang ibu untuk mendapatkan kembali hak asuh anaknya seolah tak digubris.
“Sudah lima tahun anak saya tidak bersama saya. Sampai kapan saya harus menunggu? Ini anak saya, bukan milik orang lain,” tegas Tanty dengan mata berkaca-kaca.
Kasus ini menyisakan tanda tanya besar terkait keadilan hukum di tengah masyarakat, khususnya bagi para ibu tunggal yang berjuang sendiri untuk mendapatkan kembali hak mereka.
Hingga berita ini diturunkan, pihak Polrestabes Makassar belum memberikan keterangan resmi (*)
Redaksi
======================