Birokrasi Bulog di Luwu Utara Dinilai Rumit, Petani Sulit Jual Gabah

Birokrasi Bulog di Luwu Utara Dinilai Rumit, Petani Sulit Jual Gabah
Petani Luwu Utara keluhkan birokrasi Bulog yang rumit, sulit jual gabah. Mereka pilih tengkulak meski harga lebih rendah demi kemudahan transaksi, Senin (7/4/2025) (Foto: Megasari)

LUWU UTARA, BERITAKOTAONLINE.id – Sejumlah petani di Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan, mengeluhkan sulitnya menjual gabah ke Perum Bulog akibat birokrasi yang dinilai rumit dan berbelit.

Kondisi ini memaksa petani memilih menjual hasil panen mereka ke tengkulak, meskipun dengan harga yang lebih rendah.

Keluhan tersebut disampaikan langsung oleh Ketua Kelompok Tani (Koptan) Tunas Muda Pangalli, Yustus Bunga, SP, yang menyoroti minimnya peran Bulog dalam menyerap gabah petani secara langsung di lapangan.

“Birokrasi pembelian gabah oleh Bulog di Luwu Utara terlalu rumit. Petani butuh kecepatan dan kepastian transaksi, bukan prosedur yang panjang,” ujar Yustus, Senin (7/4/2025).

Menurutnya, proses penjualan ke Bulog sering kali terkendala karena banyaknya tahapan administrasi yang harus dipenuhi petani. Ditambah lagi dengan informasi yang tidak merata tentang kebijakan terbaru Bulog terkait jenis gabah yang bisa diterima.

“Dulu Bulog hanya terima gabah kering giling, sekarang sudah bisa gabah kering panen. Tapi informasi ini belum sampai ke petani secara menyeluruh. Akhirnya mereka bingung dan tetap pilih jual ke tengkulak,” jelasnya.

Di lapangan, para tengkulak atau pemborong justru lebih dulu hadir di lokasi panen dan langsung melakukan transaksi tanpa syarat yang rumit. Hal ini menjadi alasan kuat mengapa petani lebih nyaman menjual hasil panennya ke jalur non-resmi.

“Pemborong datang cepat dan langsung bayar di tempat. Bagi petani, itu sangat membantu, apalagi saat mereka butuh biaya cepat untuk kebutuhan sehari-hari,” tambah Yustus.

BACA JUGA:

Bulog Diminta Permudah Proses Pembelian Gabah demi Swasembada Pangan di Lutra

Bulog Sidrap Lampaui Target Serapan Beras 1.170 Persen

Bupati Luwu Utara Apresiasi Inovasi JFK: Panen Padi Capai 12 Ton per Hektare, Dua Kali Lipat Target Pemda

Ia pun berharap Bulog bisa lebih responsif terhadap kebutuhan petani, terutama saat masa panen raya seperti sekarang. Jika tidak ada perubahan, ia khawatir program pemerintah untuk mencapai swasembada pangan akan terhambat.

“Kalau Bulog terus dengan pola lama, petani tidak akan pernah berpikir untuk jual gabah ke mereka. Pemerintah pusat sudah dorong penyederhanaan birokrasi, Bulog harusnya ikut,” tegasnya.

Yustus menambahkan, penyederhanaan sistem dan pendekatan langsung ke petani adalah kunci untuk meningkatkan serapan gabah nasional.

Ia mendesak agar Bulog segera turun ke lapangan, menjemput bola, dan memberikan kepastian harga serta sistem pembayaran yang jelas.

Dengan harga gabah yang fluktuatif dan beban produksi yang tinggi, petani membutuhkan kepastian dan dukungan dari lembaga resmi seperti Bulog. Jika birokrasi masih jadi penghalang, maka cita-cita mewujudkan swasembada pangan akan sulit dicapai.

Petani di Luwu Utara berharap, suara mereka didengar oleh pemerintah pusat dan Bulog segera melakukan evaluasi sistem agar ke depan hasil panen petani benar-benar terserap dengan baik oleh negara (*).

Megasari/Beny| Editor: Arya R. Syah

=========================

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *