Muhammadiyah Dorong Efisiensi, Usulkan Penghapusan Sidang Isbat di Saat Ramadhan dan di Musim Hujan

Muhammadiyah Dorong Efisiensi, Usulkan Penghapusan Sidang Isbat di Saat Ramadhan dan di Musim Hujan
Menteri Agama saat memimpin sidang isbat penentuan 1 Syawal 1446 Hijriah, yang dipimpin Menteri Agama Nasaruddin Umar, di Kantor Kementerian Agama, Jalan MH Thamrin No. 6, Jakarta, Sabtu (29/3/2025) (Foto: Istimewa)

JAKARTA – Perwakilan Muhammadiyah, Sriyatin Sodhiq, mengusulkan agar sidang isbat tidak perlu digelar saat awal Ramadhan dan Syawal jika bertepatan dengan musim hujan di Indonesia.

Usulan ini disampaikan dalam seminar sidang isbat di Kantor Kementerian Agama (Kemenag) pada Sabtu (29/3/2025).

Menurut Sriyatin, faktor cuaca yang sering mendung di bulan Desember hingga Februari membuat metode rukyat kurang efektif.

Oleh karena itu, Muhammadiyah menyarankan agar penetapan awal bulan menggunakan metode hisab tanpa perlu mengadakan sidang isbat.

“Kami sampaikan pertimbangan ini karena berkaitan dengan efisiensi. Dalam rentang waktu 9-10 tahun ke depan, awal Ramadhan dan Syawal akan jatuh pada bulan Desember hingga Februari, di mana kondisi cuaca cenderung berawan atau mendung,” ujar Sriyatin.

Lebih lanjut, Sriyatin mengungkapkan bahwa Kemenag sebelumnya telah beberapa kali membuat diskresi agar sidang isbat tidak digelar.

Salah satunya terjadi saat Menteri Agama Saifuddin memutuskan untuk tidak mengadakan sidang isbat karena perhitungan astronomi menunjukkan hilal berada di bawah ufuk.

“Ketika posisi hilal di bawah ufuk, tidak perlu ada sidang isbat, cukup ditetapkan saja. Hal ini pernah dilakukan oleh Menteri Agama sebelumnya seperti Mukti Ali dan Saifuddin,” tambahnya.

BACA JUGA:

Hasil Sidang Isbat: Pemerintah Tetapkan Idul Fitri 2025 Jatuh pada 31 Maret

80 Persen Wilayah RI Masuk Musim Hujan, Ini Wilayah Paling Basah

Menerapkan Social Enterprise: Model Ekonomi Muhammadiyah di Era Modern

Muhammadiyah juga menyoroti tradisi sidang isbat untuk menentukan awal Zulhijah, yang baru mulai dilakukan pada 2001 di era Menteri Agama Muhammad Tholchah Hasan.

Sebelumnya, penetapan awal Zulhijah dilakukan tanpa sidang isbat, sehingga Muhammadiyah menilai langkah ini bisa diterapkan kembali untuk efisiensi.

“Itu usulan kami dalam rangka efisiensi. Ada lima menteri yang pernah membuat diskresi dalam penetapan tanpa sidang seperti ini,” tutup Sriyatin.

Usulan ini masih menjadi perdebatan, mengingat sidang isbat merupakan tradisi yang telah lama berlangsung di Indonesia.

Namun, efisiensi dan kemajuan teknologi dalam metode hisab menjadi faktor utama yang mendorong Muhammadiyah mengajukan perubahan tersebut (*).

Muston | Editor: Andi Ahmad Effendy

=====================

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *