MAKASSAR – Penanganan kasus skincare berbahan merkuri yang saat ini ditangani Polda Sulawesi Selatan sejak 12 November 2024 – 20 Januari 2025 sudah berjalan kurang lebih 3 bulan.
Kasus ini terus menjadi perbincangan hangat di berbagai lapisan masyarakat. Tidak hanya di forum resmi, kritik dan tanggapan pesimis terhadap proses hukum ini menggaung di warung kopi.
Banyak pihak mempertanyakan ketegasan Kapolda Sulsel terkait dugaan tidak ditahannya 2 dari 3 tersangka, serta lambatnya penyerahan kasus ini ke kejaksaan meskipun sudah dinyatakan P21.
Direktur Pusat Kajian dan Advokasi Anti Korupsi (PUKAT) Sulsel, Farid Mamma, SH, MH, turut mencermati kejanggalan dalam pemberian pembantaran terhadap dua dari tiga tersangka kasus kosmetik berbahaya, Mira Hayati dan Agus Salim yang dilakukan Polda Sulsel pada Senin (20/1/2025).
Farid menilai Pemberian Pembantaran Terhadap Tersangka Hamil dan Tersangka Sakit disebut menyalahi Prosedur
Meskipun kabar terbaru, Kabid humas Polda Sulsel Didik Supranoto mengatakan, Agus Salim kembali ditahan di rutan setelah hasil pemeriksaan kesehatannya dinyatakan dalam kondisi baik.
Didik menyebut Agus Salim meninggalkan RS Ibnu Sina Makassar menuju Polda Sulsel pada Rabu (22/1) pukul 20.00 WITA.
“(Agus Salim) Sudah ditahan kemarin malam (di Rutan Polda Sulsel),” ujar Kabid Humas Polda Sulsel Kombes Didik Supranoto dilansir detikSulsel, Kamis (23/1/2025).
BACA JUGA:
Uang Palsu Beredar di Sulsel, PUKAT Minta Penyuplai Mesin ATM Diperiksa
BPOM Rilis Daftar 54 Produk Skincare Berbahaya, Wajib Cek Izin Edar Sebelum Menggunakan

Namun Farid menilai pernyataan Kabid Humas Polda Sulsel mengandung spekulasi. Menurutnya, penggunaan diksi yang menyebut Agus Salim kembali ditahan tidak tepat dan bisa menyesatkan.
“Agus sebenarnya tidak pernah ditahan sebelumnya, jadi kurang tepat jika disebut kembali ditahan atau dipindahkan kembali,” ucap Farid, dalam diskusi hukum bersama aktivis dan awak media di salah satu warung Kopi di bilangan Jalan Latimojong Makassar, Minggu (26/1/2025).
Ia menyoroti fakta kedua tersangka Mirahayati dan Agus Salim yang diberikan pembantaran tersebut tidak pernah dilakukan penahanan sejak ditetapkan tersangka oleh Polda Sulsel November 2024 lalu.
“Pemberian pembantaran seharusnya dilakukan terhadap tersangka yang sudah dalam status tahanan. Namun, dalam kasus ini, kedua tersangka justru tidak pernah ditahan sejak awal,” ujar Farid dengan kritis.
Menurut Farid, situasi ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai prosedur hukum yang dijalankan.
BACA JUGA:
Polda Sulsel – BPOM komitmen berantas mafia kosmetik
6 Produk “Skincare” di Makassar Positif Merkuri, Ini Daftarnya
Ia menduga ada inkonsistensi dalam penerapan aturan yang seharusnya ketat, khususnya terkait dengan mekanisme penahanan tersangka yang sudah dinyatakan P21.
“Publik perlu penjelasan dari aparat penegak hukum. Mengapa status pembantaran diberikan tanpa melalui proses penahanan terlebih dahulu? Hal ini membuka ruang untuk dugaan adanya perlakuan istimewa,” tambahnya.
Lebih jauh Farid Mamma menjelaskan, Penyidik kepolisian memiliki kewenangan untuk melakukan pembantaran penahanan jika tersangka sudah terlebih dahulu berada dalam status tahanan, sesuai dengan ketentuan dalam KUHAP dan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 1989.
“Namun, jika tersangka belum pernah ditahan sebelumnya, maka pemberian pembantaran oleh kepolisian tidak memiliki dasar hukum yang kuat,” jelas Farid.
BACA JUGA:
Megawati Soekarnoputri Merayakan Ulang Tahun ke-78, Dapat Kiriman Bunga Anggrek dari Prabowo
Polda Sulsel Sita 6 Produk Skincare Berbahaya Milik Fenny Frans-Mira Hayati
Menurutnya, Pembantaran secara prinsip adalah penundaan penahanan, sehingga hanya bisa diterapkan pada seseorang yang sudah dalam status ditahan secara sah.
“Jika tersangka belum pernah ditahan, maka secara hukum istilah pembantaran tidak tepat, karena tidak ada penahanan yang sedang berlangsung untuk ditunda,” tegas Farid
“Dalam hal ini, tindakan seperti itu dapat dianggap sebagai pelanggaran prosedur dan membuka ruang untuk dugaan penyimpangan,” imbuhnya
Oleh karena itu kata Farid, jika kepolisian memberikan pembantaran kepada tersangka yang belum pernah ditahan, maka kebijakan tersebut patut dipertanyakan.
“Hal ini dapat menimbulkan dugaan bahwa tersangka mendapatkan perlakuan istimewa yang tidak sesuai dengan aturan hukum,” katanya.
BACA JUGA:
BBPOM Makassar perintahkan tarik enam produk kosmetik asal Sulsel
Tiga tersangka pemilik skincare berbahaya di Makassar akhirnya ditahan
Lanjut Farid, dalam konteks ini, penyidik harus memberikan penjelasan yang transparan tentang dasar hukum tindakan tersebut dan memastikan proses hukum berjalan sesuai ketentuan yang berlaku.
Farid menegaskan bahwa penanganan kasus ini harus dilakukan secara profesional dan transparan. Ia meminta agar pihak berwenang menjelaskan dasar pemberian pembantaran yang tidak lazim ini serta memastikan proses hukum berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku.
“Jika ada prosedur yang dilanggar, ini tidak hanya mencederai rasa keadilan masyarakat, tetapi juga melemahkan penegakan hukum secara keseluruhan,” pungkas Farid.yang akan membawa kasus ini ke mabes Polri.
BACA JUGA:
Mendes Yandri Ungkap Fokus Dana Desa 2025: Ketahanan Pangan hingga Desa Digital
Perayaan Natal Warga Dayak se-Jabodetabek Jadi Momentum Persatuan dan Kebudayaan

Penanganan kasus skincare bermerkuri oleh Polda Sulsel kini menjadi topik hangat di warung kopi. Banyak masyarakat mulai meremehkan kinerja aparat, mempertanyakan keseriusan dan transparansi mereka. “Masa enam pemilik produk terbukti bahaya, tapi cuma tiga orang yang ditetapkan tersangka? Yang lain ke mana?” celetuk seorang warga.
Obrolan penuh sindiran pun ramai terdengar. “Mungkin yang tiga lagi hilang di jalan, ya,” ujar salah satu pelanggan sambil menyeruput kopi hitamnya. Suasana semakin seru saat ada yang menambahkan, “Kalau kayak gini, wajar kalau orang nggak percaya hukum di negeri ini.” ujarnya sambil mengaduk-aduk kopi susunya
Polemik penanganan kasus Skincare membuat masyarakat semakin kehilangan kepercayaan melihat lambatnya penanganan kasus ini, apalagi produk berbahaya sudah merugikan konsumen. Mereka berharap Polda Sulsel segera bertindak lebih tegas dan adil, agar rasa keadilan tidak terus dipertanyakan (*).
Arya | Editor: Andi Ahmad Effendy
Berita Kota Lainnya:
DKPP Pecat Komisioner KPU Palopo Terkait Kasus Ijazah Palsu
Kementerian BUMN Mulai Terapkan Sistem Kerja 4 Hari Seminggu
Hasil Survei Litbang Kompas: Citra Polri Jadi yang Terendah di Antara 10 Lembaga Negara
===================