Di Balik Konflik Palestina-Israel: Mahmoud Abbas Memanfaatkan Situasi untuk Memperpanjang Kekuasaan

Di Balik Konflik Palestina-Israel: Mahmoud Abbas Memanfaatkan Situasi untuk Memperpanjang Kekuasaan

MAKASSAR – Konflik Palestina-Israel telah menjadi isu global yang penuh dengan kompleksitas, menyentuh dimensi politik, kemanusiaan, dan diplomasi.

Namun, di balik perdebatan tentang solusi damai, Gusalam, seorang pengamat politik internasional, menilai bahwa konflik ini tidak hanya menyangkut pertarungan dua bangsa, tetapi juga menjadi alat politik bagi Presiden Palestina Mahmoud Abbas.

Menurutnya, Abbas tampaknya menggunakan konflik ini sebagai strategi untuk memperpanjang kekuasaannya, bukan semata-mata demi perjuangan nasional.

“Retorika Abbas yang terus menonjolkan ancaman dari pihak Israel sering kali digunakan untuk memobilisasi dukungan politik di dalam negeri,” ungkap Gusalam dalam selingan Kopi Pagi di Syekh Yusuf, Minggu (29/12/2024).

“Pemanfaatan Kekuasaan ini Tidak terendus oleh masyarakat umum di Indonesia karena tertutupi oleh konflik utama antara keduanya,” sambung Gusalam.

BACA JUGA

Kecelakaan Pesawat Jeju Air: 176 Tewas, Presiden Korsel Umumkan Masa Berkabung

Kapal Selam Nuklir Rusia Menaklukkan Rute 4.000 Mil Laut di Samudera Arktik

Lanjut Gusalam melihat lebih jauh bagaimana narasi ancaman eksternal ini menciptakan legitimasi bagi Abbas untuk mempertahankan posisinya.

Gusalam menyoroti bahwa strategi tersebut berhasil mengalihkan perhatian masyarakat Palestina dari isu-isu internal, seperti stagnasi dan korupsi, yang terus menghantui pemerintahannya.

Gusalam bahkan mengungkapkan pandangan yang cukup tegas tentang kepemimpinan Mahmoud Abbas.

“Tidak 100 persen kesalahan ada pada Israel,” katanya. “Justru, saya menyalahkan Mahmoud Abbas hingga 200 persen. Sebagai pemimpin Palestina, ia memiliki tanggung jawab besar untuk memperjuangkan solusi konkret, tetapi ia justru lebih banyak terjebak dalam retorika tanpa hasil nyata.” tegasnya.

BACA JUGA:

Donald Trump Resmi Menjadi Presiden AS ke-47: Kemenangan Bersejarah dalam Pemilu 2024

Tepi Barat Memanas, Bagaimana Nasib Presiden Palestina Mahmoud Abbas?

Foto: Presiden Palestina Mahmoud Abbas (Dok. Istimewa)

Pengamat Politik Gusalam menggarisbawahi pandangannya bahwa Mahmoud Abbas gagal memanfaatkan peluang untuk memperkuat posisi Palestina, baik melalui diplomasi maupun pembangunan internal.

“Fakta bahwa Abbas telah memimpin sejak 2005 tanpa menggelar pemilu menjadi bukti nyata dari pola kekuasaannya,” tuturnya.

Gusalam mencatat bahwa alasan keamanan kerap dijadikan dalih untuk menunda pemilihan umum.

“Ketika fokus masyarakat dialihkan ke ancaman eksternal, pertanyaan soal transparansi dan reformasi internal cenderung terabaikan,” jelasnya.

Lanjutnya mengatakan, transisi ini memperlihatkan bagaimana narasi konflik mampu menutupi kelemahan struktural pemerintahannya.

BACA JUGA:

Pesawat Air Canada Terbakar Saat Mendarat Darurat di Bandara Halifax

Houthi Balas Serangan Israel, Tembakkan Rudal ke Bandara Internasional Ben Gurion Tel Aviv

Tidak hanya itu, Gusalam juga menyoroti bagaimana Abbas memanfaatkan dukungan internasional untuk memperkuat posisinya.

Sejauh ini, narasi penderitaan rakyat Palestina sering digunakan untuk menarik simpati dan bantuan dari negara-negara donor.

Namun, menurut Gusalam, bantuan tersebut lebih sering dikelola untuk memperkokoh kekuasaan elit politik ketimbang memperbaiki kehidupan rakyat.

“Bantuan luar negeri yang seharusnya memperkuat institusi Palestina sering kali justru digunakan untuk menjaga stabilitas kekuasaan Abbas,” tegasnya.

Namun, sikap pemanfaatan Kekuasaan yang terselubung ini bukan tanpa konsekuensi.

BACA JUGA:

Connie Rahakundini Ungkap Dokumen Hasto Kristiyanto yang Disimpan di Rusia Bisa Jadi Bom Waktu

Detik-Detik Kepala WHO Panik Berlari saat Rudal Israel Serang Houthi, Meledak di Bandara Yaman

Gusalam melihat, dukungan publik terhadap Abbas dilaporkan terus menurun, terutama di kalangan generasi muda yang merasa kecewa.

Mereka melihat Abbas lebih sibuk memperpanjang kekuasaan daripada mencari solusi nyata atas konflik dengan Israel.

Dalam perspektif yang lebih luas, Gusalam menilai bahwa kepemimpinan Abbas telah menjadi penghalang utama bagi kemajuan Palestina.

“Mahmoud Abbas itu sebenarnya tidak benar-benar bekerja untuk perdamaian,” katanya.

Gusalam bahkan menyebut bahwa tindakan Abbas lebih banyak bersifat simbolis daripada nyata, seolah-olah ia lebih memilih memainkan peran sebagai korban yang meminta belas kasihan internasional daripada bertindak nyata untuk menciptakan perubahan.

“Pemimpin sejati itu pasti sudah menunjukkan hasil konkret, bukan sekadar retorika tanpa tindakan,” tegasnya.

Ia juga menyarankan agar Abbas mundur untuk memberi ruang bagi pemimpin baru yang lebih mampu membawa perubahan.

Konflik Palestina-Israel memang penuh dinamika dan sulit untuk diselesaikan. Namun, seperti yang dikatakan Gusalam, perubahan hanya mungkin terjadi jika ada pemimpin yang benar-benar berkomitmen pada perdamaian dan reformasi.

Dengan kepemimpinan Abbas yang dinilai terlalu berorientasi pada kekuasaan, situasi ini hanya akan memperpanjang konflik bagi kedua negara.

Lanjut Gusalam menambahkan, Jikalau memang Abbas berempati terhadap penderitaan warganya seharusnya dia sudah lama mengundurkan diri karena tidak mampu membawa kesejahteraan rakyatnya

“Perubahan nyata hanya bisa terjadi jika Palestina dipimpin oleh seseorang yang sungguh-sungguh memiliki visi untuk solusi damai,” pungkas Gusalam (*).

Arya | Editor: Andi A. Effendy

====================

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *