MAKASSAR – Kasus Prajurit TNI tewas usai terjatuh dari pohon kelapa setelah diperintahkan komandannya untuk memanjat kini memasuki persidangan militer.
Dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Militer Makassar. Jaksa menuntut terdakwa Serda Sairuddin dengan hukuman 10 bulan penjara berdasarkan Pasal 409 KUHPM tentang kelalaian.
Tuntutan jaksa terhadap pelaku membuat Keluarga merasa hukuman tersebut tidak setimpal dengan akibat yang ditimbulkan.
“Kami tidak bisa menerima hukuman 10 bulan untuk seseorang yang menyebabkan hilangnya nyawa anak kami. Perintah tersebut sangat berisiko,” ujar Dayat, salah satu kerabat korban saat konferensi Pers di Jalan Pengayoman, Selasa (10/12/24).
BACA JUGA:
Kuasa Hukum: Kasus Tewasnya Aditiyah Setahun Lebih Tak Terungkap di Polres Bulukumba
Keluarga juga menilai bahwa tindakan terdakwa seharusnya melanggar Pasal 338 atau 396 KUHPM, yang mengatur tindakan yang menyebabkan kematian atau kelalaian berat oleh atasan.
Kecewa atas ringannya tuntutan jaksa militer, Keluarga almarhum, mendesak Panglima TNI untuk turun tangan atas kematian anak mereka.
Ayah korban, Ahmadi Dg Lagu, menyampaikan rasa keberatan atas tuntutan ringan yang dibacakan jaksa militer dalam persidangan.
Ayah korban, Ahmadi Dg Lagu, mengungkapkan bahwa anaknya, Prada Zacky, tewas setelah diperintah memanjat pohon kelapa.
Meskipun tidak memiliki keterampilan memanjat, Zacky mengikuti perintah komandannya. Peristiwa tragis ini menyebabkan cedera fatal dan kematian.
“Anak saya tidak pernah, bahkan tidak bisa memanjat pohon kelapa. Perintah seperti itu tidak masuk akal, apalagi tidak ada kaitannya dengan tugas militer,” ujar Dg Lagu dengan nada penuh emosi.
BACA JUGA:
Daftar Lengkap 300 Pati TNI yang Dimutasi Jenderal Agus Subiyanto
Lebih jauh Ahmadi menjelaskan, Peristiwa tragis ini terjadi pada 7 Mei 2024. Saat itu, Serda Sairuddin, komandannya, memberi perintah yang tidak masuk akal.
Zacky yang tidak terlatih memanjat pohon kelapa terjatuh dan meninggal dunia akibat cedera fatal. Jenazahnya dimakamkan di kampung halamannya, Desa Kayu Loe Timur, Kabupaten Jeneponto.
Walau begitu, keluarga korban kecewa dengan sikap militer yang dianggap kurang empati. “Tidak ada belasungkawa atau permintaan maaf dari pihak Kodim, batalyon tempat almarhum bertugas maupun keluarga terdakwa,” kata Dayat dengan nada kecewa.
Keluarga besar almarhum meminta agar pihak petinggi militer menanggapi kasus ini dengan serius.
“Kami mendesak agar hukuman terdakwa ditinjau ulang dan disesuaikan dengan beratnya kesalahan,” ujar Dayat. Keluarga juga meminta klarifikasi mengenai pasal yang digunakan dalam putusan ini.
BACA JUGA:
Kecelakaan Maut di Palopo: Bus Ketty Terjun ke Jurang, 7 Tewas
Dalam konferensi pers tersebut, Dayat menyatakan bahwa keluarga akan mendatangi Kodam XIV Hasanuddin untuk menyampaikan keberatan mereka langsung.
“Kami hanya ingin keadilan ditegakkan. Nyawa almarhum tidak bisa digantikan, namun pelaku harus mendapat hukuman yang setimpal,” tambahnya.
Keluarga korban berkomitmen untuk terus mengawal proses hukum ini hingga tercapai keadilan.
Mereka juga berharap agar kejadian serupa tidak terulang lagi di kalangan prajurit TNI. Keluarga berharap agar peristiwa tragis ini bisa menjadi pembelajaran bagi seluruh institusi militer untuk menjaga keselamatan anggotanya.
Sebagai langkah selanjutnya, keluarga besar Prada Zacky berharap agar pihak militer memberikan perhatian penuh terhadap kasus ini.
Mereka ingin agar peristiwa ini diselesaikan secara transparan dan adil, dengan menghormati hak-hak korban dan keluarganya.
“Kami akan terus mengawal kasus ini. Kami ingin pelaku mendapatkan hukuman sesuai dengan pelanggaran yang telah dilakukannya,” tutup Dayat.
Keluarga berharap agar Panglima TNI dapat memberikan perhatian lebih terhadap masalah ini demi keadilan.
Laporan: Jufri
Editor: Arya R. Syah
=====================