Kasus Rumah Sakit Galesong: Aktivis Desak Inspektorat dan BPKP Sulsel Periksa KPA dan PPK

Kasus Rumah Sakit Galesong: Aktivis Desak Inspektorat dan BPKP Sulsel Periksa KPA dan PPK
Kasus Rumah Sakit Galesong: Aktivis Desak Inspektorat dan BPKP Sulsel Periksa KPA dan PPK

MAKASSAR-BERITAKOTAONLOE. ID – Kasus Rumah Sakit Galesong sejumlah Aktivis anti-korupsi mendesak Inspektorat dan BPKP Sulsel untuk menyelidiki Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) terkait dugaan pelanggaran dalam proyek pembangunan tersebut sesuai hasil temuan BPK.

Kasus RS. Galesong, ini muncul dalam diskusi yang diprakarsai oleh Lembaga Pusat Kajian Advokasi Anti Korupsi (PUKAT) di Cafe Kita Makassar, Kamis (26/09/2024).

Dalam diskusi bersama para aktivis terungkap status mangkraknya Proyek RS Galesong yang seharusnya selesai pada akhir 2022 ini mengalami keterlambatan hingga 50 hari.

BACA-JUGA:

Kecelakaan Tol: Istri Pemilik Pallubasa Serigala Tewas Bersama Anaknya

Menurut salah satu aktivis PUKAT Sulsel, laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menunjukkan bahwa keterlambatan tersebut telah menyebabkan denda mencapai Rp163.443.397,34, yang hingga saat ini masih menyisakan Rp14.504.930,60 yang belum dibayarkan sepenuhnya.

Aktivis berpendapat bahwa ini menunjukkan adanya pengelolaan proyek yang buruk.

Sementara itu, Direktur PUKAT Sulsel Farid Mamma, SH., MH, menyatakan, “Tindakan PPK yang menerbitkan Berita Acara Serah Terima (BAST) meskipun pekerjaan belum selesai menunjukkan indikasi kolusi dengan penyedia proyek.

“Ini adalah pelanggaran serius yang harus diusut tuntas.”tegasnya.

Direktur PUKAT Sulsel Farid Mamma, SH., MH,
Direktur PUKAT Sulsel Farid Mamma, SH., MH,

Sementata itu, Mustakim DS dari Forum Jaringan Informasi Masyarakat Anti Korupsi (FORJIMAK) menambahkan, “Pemeriksaan KPA dan PPK sangat penting untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam proyek ini.” tambah Mustakim.

BACA-JUGA:

Satgassus Polri Awasi Proyek Rumah Sakit Galesong Berbiaya Rp 91,9 Miliar

Dengan total nilai kontrak Rp91,907 miliar, 98 persen telah dibayarkan, namun sisa pembayaran Rp1,838 miliar masih menjadi pertanyaan.

Aktivis mendesak Inspektorat dan BPKP Sulsel untuk melakukan audit menyeluruh terhadap proyek ini.

Mereka juga meminta pemerintah daerah untuk memberikan klarifikasi mengenai status sisa pembayaran dan denda.

“Tanpa tindakan tegas, proyek ini berpotensi menjadi contoh buruk dalam pengelolaan anggaran publik,” tegas Farid.

Tekanan publik semakin meningkat, dan semua mata kini tertuju pada langkah-langkah yang akan diambil oleh APH dan pemerintah daerah untuk menyelesaikan kasus ini (Rya)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *