Makassar, Beritakota Online–
Lembaga Anti Corruption Committee Sulawesi (ACC Sulawesi) berharap Kapolda Sulsel yang baru, Irjen Pol Setyo Boedi Moempoeni Harso memiliki komitmen yang tegas dalam pemberantasan korupsi di Sulsel.
Di mana dari catatan ACC Sulawesi, masih terdapat banyak kasus korupsi yang ditangani Polda Sulsel tidak berjalan maksimal bahkan terkesan terbengkalai.
“Kita harap Polda Sulsel di bawah tongkat komando Irjen Pol Setyo Boedi ini, seluruh kasus korupsi yang terbengkalai ditangani jajarannya khususnya oleh Subdit Tipikor Dit Reskrimsus Polda Sulsel bisa menemui titik terang dan berakhir di persidangan,” ucap Ketua Badan Pekerja Anti Corruption Committee Sulawesi (ACC Sulawesi) Kadir Wokanubun via telepon, Minggu (7/5/2023), seperti dikutif dari Kedai Berita.
Penanganan kasus korupsi yang terkesan berlarut-larut dan tidak kunjung mengalami perkembangan yang berarti, menurut Kadir, berpotensi semakin menggerus kepercayaan publik terhadap komitmen penegak hukum dalam pengusutan kasus korupsi di Sulsel.
“Sehingga dibutuhkan komitmen yang kuat. Apalagi pemberantasan korupsi merupakan salah satu poin utama dalam nawacita Presiden RI Joko Widodo. Kita harap Kapolda Sulsel Irjen Pol Setyo Boedi serius dalam hal ini,” terang Kadir.
Sepanjang tahun 2022 ACC Mencatat Puluhan Kasus Korupsi Mandek
ACC Sulawesi mencatat ada puluhan kasus korupsi mandek yang ditangani oleh jajaran Polda Sulsel selama 2022.
Lembaga Anti Corruption Committee Sulawesi (ACC Sulawesi) mencatat perjalanan penanganan kasus korupsi yang terjadi di Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) sepanjang tahun 2022.
Dalam catatan mereka, terdapat puluhan kasus korupsi yang ditangani oleh aparat penegak hukum di Sulsel yang berjalan mandek.
Anggareksa, Peneliti Anti Corruption Committee Sulawesi (ACC Sulawesi) mengungkapkan, kasus korupsi yang ditangani Polda Sulsel sepanjang tahun 2022 yang dinilai berjalan mandek terdapat 19 kasus di tingkat penyelidikan dan 10 kasus di tingkat penyidikan.
Temuan BPK
Khusus mandek di tingkat penyidikan, diantaranya kasus korupsi penyaluran Bansos Covid-19 di Kota Makassar tahun 2020, kasus korupsi penyaluran Bansos Covid-19 di Provinsi Sulsel, pengadaan seragam olahraga di Kabupaten Toraja dan kasus korupsi kredit fiktif BRI di Kabupaten Pinrang.
“Yang menarik kasus kredit fiktif BRI di Pinrang, pada Januari 2022, pengumuman tersangka 22 orang tapi sampai sekarang belum disidangkan,” ucap Anggareksa dalam konferensi pers ACC Sulawesi di Sekretariat ACC Sulawesi Jalan AP. Pettarani, Kecamatan Panakkukang, Makassar, Rabu 4 Januari 2023.
“Demikian juga kasus korupsi BPNT di Provinsi Sulsel, tersangkanya ada 14 orang tapi mereka tak ditahan dan hingga saat ini tak terdengar kabarnya apakah perkaranya sudah P-21 atau belum. Soal penahanan itu penting, agar penyidik ada target merampungkan kasusnya dan segera serahkan ke Penuntut Umum,” Anggareksa menambahkan.
Tak hanya di Polda Sulsel, dalam catatan ACC Sulawesi, terdapat sejumlah kasus korupsi yang ditangani oleh jajaran Polres di Sulsel sepanjang 2022 juga dinilai berjalan mandek.
Di tahap penyelidikan tercatat ada 26 kasus korupsi yang dinilai mandek dan 15 kasus lainnya mandek di tahap penyidikan.
“Diantaranya ada kasus korupsi kawasan religius Buntu Burake di Kabupaten Tana Toraja tidak ada perkembangan ditangani oleh Polres Tana Toraja, kasus korupsi pengadaan Septic Tank di 15 desa di Kabupaten Luwu Timur juga bernasib sama tak ada perkembangan,” tutur Anggareksa.
“Kemudian kasus yang paling lama yakni kasus korupsi pengadaan alat Tekhnologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di Dinas Pendidikan Bulukumba, tersangkanya 2 orang dan pernah mengajukan praperadilan namun ditolak. Tapi Polres Bulukumba belum menyerahkan barang bukti dan tersangkanya ke Penuntut Umum agar segera disidangkan,” Anggareksa melanjutkan.
Salah satu kontainer recover di wilayah Kecamatan Manggala, Makassar.
Kasus tipikor pengadaan Kontainer Recover Kota Makassar tahun 2021 sendiri juga menambah rentetan kasus mandek yang ditangani oleh Polda Sulsel.
Kasus yang mendapat perhatian besar masyarakat Kota Makassar itu, dinilai mandek di tahap penyelidikan. Meski dalam tahapan tersebut, sejumlah saksi yang ditengarai mengetahui perjalanan pelaksanaan kegiatan pengadaan Kontainer Recover tersebut, satu persatu telah dipanggil dan diperiksa secara maraton.
“Sudah banyak kita periksa sudah ratusan di mana total yang kita periksa berjumlah 500 orang,” ucap Kepala Subdit Tipikor Polda Sulsel yang saat itu dijabat oleh Kompol Fadli.
Fadli bahkan berharap masyarakat Kota Makassar dapat bersabar menanti perkembangan penyelidikan yang tengah berlangsung. Penanganan kasus tindak pidana korupsi, kilah dia saat itu, membutuhkan waktu yang lama.
Salah satu penampakan kontainer recover di wilayah Kecamatan Manggala, Makassar.
“Intinya penanganan kasus ini berjalan secara profesional dan proporsional. Kita akan maksimalkan penyelidikan. Sabar saja,” ujar Fadli saat itu.
Direktur Lembaga Pusat Kajian Advokasi Anti Korupsi (PUKAT) Sulsel, Farid Mamma menjelaskan, Penyidik dapat mengawali penyelidikan dengan mendalami mekanisme tata cara pengadaan barang/jasa dalam penanganan keadaan darurat.
Pengadaan barang/jasa dalam penanganan keadaan darurat diatur, kata dia, diatur dalam Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 13 Tahun 2018.
“Di situ pintu masuknya. Di mana dalam aturan yang dimaksud diatur mengenai tahapan pengadaan meliputi perencanaan, pelaksanaan hingga penyelesaian pembayaran. Tinggal didalami saja apakah semua tahapan yang dimaksud sudah berjalan sesuai aturan yang ada atau tidak,” terang Farid.
Direktur Pusat Kajian Advokasi Anti Korupsi (PUKAT) Sulsel, Farid Mamma.
Dalam tahapan perencanaan pengadaan misalnya, kata Farid, apakah sudah dilakukan proses identifikasi kebutuhan barang/jasa, analisa ketersediaan sumber daya serta mengatur penetapan cara pengadaan barang/jasa yang dimaksud.
Kemudian masuk dalam tahapan pelaksanaan pengadaan melalui penyedia. Di mana dalam tahapan tersebut ada penerbitan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa (SPPBJ), pemeriksaan bersama dan rapat persiapan, serah terima lapangan, penerbitan Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK)/Surat Perintah Pengiriman (SPP), pelaksanaan pekerjaan, perhitungan hasil pekerjaan serta serah terima hasil pekerjaan.
“Prosesnya itu semua harus didalami apakah sudah sesuai aturan atau mekanisme yang ada atau tidak. Kita tunggu saja proses penyelidikan yang sementara berjalan,” jelas Farid.
Tak sampai di situ, Penyidik juga harus menelusuri bagaimana jalannya proses penyelesaian pembayaran dalam kegiatan pengadaan kontainer recover yang ada. Di mana tentunya mengacu pada kontrak, bukti pembayaran dan pos audit.
“Jangan lupa juga dalami peran APIP sejauh mana mereka menjalankan kewenangan atau fungsi pengawasannya dan pendampingannya selama kegiatan pengadaan kontainer recover berlangsung terhitung sejak proses perencanaan hingga pembayaran,” Farid menandaskan.
Diketahui, pengadaan ratusan Kontainer Recover yang merupakan bagian dari program penanganan Covid-19 yang bernama Makassar Recover itu, dilaksanakan dengan menghabiskan anggaran sebesar Rp15,3 miliar yang bersumber dari APBD Kota Makassar Tahun Anggaran 2021.
Dalam perjalanannya, pengadaan Kontainer Recover tersebut sempat mendapat sorotan lantaran penempatannya yang dianggap tidak tepat. Ada yang ditempatkan di atas trotoar jalan hingga merusak salah satu taman kota yang ada di Makassar dan bahkan disinyalir terjadi dugaan mark-up dalam pembelanjaan per-unit kontainernya.
Editor : H.Sakkar/Andi A Effendy
Sumber : Relis ACC/Kedai Berita