Anggota DPR RI Komisi III Desak Kapolri Idham Copot Kapolda Sultra

Jakarta, Beritakota Online– Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Supriansa meminta Kapolri Jenderal Idham Azis mencopot Brigjen Merdisyam sebagai Kapolda Sulawesi Tenggara (Sultra).

Itu setelah polisi berpangkat bintang satu ini salah memberikan keterangan terkait kedatangan 49 Tenaga Kerja Asing (TKA) asal Tiongkok, di Bandara Haluoleo, pada Minggu, 15 Maret 2020 lalu yang viral di media sosial.

Sebelumnya, Kapolda Sultra mengatakan ke 49 TKA asal China tersebut bukan datang dari China melainkan dari Jakarta setelah mengurus dokumen perpanjangan visa masa kerja.

Hal ini kemudian terbantahkan setelah pihak Kementerian Hukum dan HAM, melalui Kantor Imigrasi Kendari memberikan klarifikasi jika TKA ini sebenarnya datang dari China dan sempat transit di Thailand, menuju ke Jakarta dan ke Sulawesi Tenggara.

“Ini sebuah kecelakaan yang sangat fatal. Aparat mestinya tidak boleh seceroboh itu menerima informasi atau memberi keterangan pers. Apalagi di kepolisian ada namanya intelijen. Mestinya lebih awal memastikan kebenaran sebuah informasi melalui intelijennya,” kata Supriansa seperti dikutif dari Fajar.co.id, Selasa (17/03/2020).

Anggota Komisi III DPR RI yang membidangi hukum, HAM dan keamanan ini juga menyayangkan langkah kepolisian yang menangkap pelaku pengambil dan penyebar video kedatangan TKA yang akan berkerja di Konawe, Sulawesi Tenggara.

“Padahal apa yang dilakukan pria itu justru saya menilai sangat bagus karena memberi informasi lewat rekaman kepada publik,” jelas politisi Partai Golkar ini.

Mantan Wakil Bupati Soppeng ini mengatakan, jika benar telah terjadi perbedaan penjelasan antara Kementerian Hukum dan HAm dengan Kapolda Sulawesi Tenggara, maka Kapolri mestinya mengevaluasi bawahannya yang ada di Kendari.

“Seorang kapolda tidak boleh seceroboh itu memberi keterangan pers yang kejadiannya belum akurat pengetahuannya. Mestinya meneliti dengan baik dengan mengumpulkan keterangan intelijen kepolisian dan intelijen lain agar tidak salah memberi keterangan di hadapan publik,” ungkapnya.

Supriansa juga mengingatkan para pejabat publik lainnya untuk bekerja dan memberikan keterangan ke publik secara transparan. Kejadian di Kendari tersebut, kata Supriansa bukan persoalan sepele karena menyangkut kepercayaan publik kepada institusi kepolisian.

“Kita selalu berusaha bahwa institusi kepolisian ini harus menjadi tumpuan masyarakat dalam segala hal sehingga harus benar-benar terpercaya. Tapi ini malah membuat gaduh maka saya minta Kapolri segera mencopot kapolda Sulawesi Tenggara. Penertiban anggota sangat penting demi kepercayaan publik,” pungkasnya.

Sementara itu, Kapolda Sultra, Brigjen Merdysam memberikan klarifikasi, terkait simpang siur fakta masuknya 49 TKA asal China ke Sultra.

“Informasi awal yang diperoleh dari pihak otoritas Bandara Haluoleo dan Danlanud Haluoleo yang menyatakan bahwa benar WNA China yang datang adalah berasal dari Jakarta,” kata Merdysam saat konfrensi pers di Mapolda Sultra, Selasa (17/3/2020).

Ke-49 TKA tersebut, sambung Merdy, juga telah dilengkapi dengan visa serta Medical Certificate dan Health Alert Card (HAC) yang merupakan persyaratan masuk bagi OA (orang asing) ke Indonesia yang dibutuhkan pada situasi saat ini dengan merebaknya virus corona baru alias Covid-19.

“Informasi yang didapatkan dari pihak otoritas Bandara Haluoleo tersebut hanya dapat menjelaskan terkait asal keberangkatan WNA China, karena Bandara Haluoleo merupakan bandara domestik nasional yang tidak terdapat pemeriksaan keimigrasian pada kedatangan,” papar Merdy.

Adapun tujuan ke-49 TKA asal China itu , Merdy menjelaskan, yakni ke sebuah perusahaan bernama Virtue Dragon Nickel Industri (VDNI) yang beroperasi di Kabupaten Konawe. Dimana sudah dipastikan melalui konfirmasi kepada perusahaan terkait.

Soal status TKA asal China yang dikatakan bukan orang baru yang datang dari China, Merdy mengatakan hal itu setelah dirinya mengkonfirmasi langsung ke pihak perusahaan.

“Setelah adanya penghentian penerbangan dari China ke Indonesia dari bulan Februari 2020 pihak perusahaan menyatakan belum ada TKA baru yang datang dari China, dan TKA yang ada (49 TKA) merupakan pekerja lama yang masih bekerja, keberangkatan mereka keluar adalah untuk mengurus perpanjangan visa dan ijin kerja,” urai Merdysam.

Untuk itu, kata Merdy, terkait penerbitan dan jenis visa yang dipakai oleh WNA (49 TKA) yang masuk ke Indonesia merupakan kewenangan dari pihak Imigrasi, sementara pemberian izin kerja para TKA merupakan kewenangan pihak Kementerian Tenaga kerja.

“Masing-masing instansi mempunyai kewenangan untuk melakukan pengawasan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku,” pungkasnya.

Editor : Hilal/Asrat Tella/Andi A Effendy
Sumber : Humas DPR RI Komisi III/Fajar.co.id

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *